Palma Ratio Indonesia

Koefisien Gini secara luas digunakan sebagai pengukuran kondisi ketimpangan. Hal ini didasari bahwa koefisien Gini merupakan salah satu metode pengukuran ketimpangang yang paling tua, diajukan oleh Corrado Gini pada tahun 1912.

Koefisien Gini memiliki nilai dalam rentang 0 dan 1. Semakin tinggi nilai Gini maka kondisi ketimpangan semakin parah. Maka, satu negara/ daerah yang memiliki koefisien Gini lebih tinggi daripada negara/ daerah lain dianggap memiliki tingkat ketimpangan lebih tinggi.

Namun koefisien Gini ternyata tidak mampu melihat lebih ke dalam bagaimana distribusi yang terjadi di setiap kelas masyarakat.

Misalnya ada negara A dan B memiliki koefisien Gini yang sama. Namun bagian pendapatan yang diterima oleh masyarakat termiskin di negara A lebih sedikit daripada pendapatan yang diterima oleh kelompok yang sama di negara B. Maka, kondisi ketimpangan di negara A seharusnya lebih parah daripada negara B.

Untuk mengatasi kondisi di atas, diperlukan satu indikator lain, yakni Palma ratio. Indikator ini diusulkan oleh Gabriel Palma yang membandingkan proporsi pendapatan yang dimiliki oleh penduduk yang berada di desil 10 dan akumulasi proporsi pendapatan yang dimiliki penduduk yang berada di desil 1 sampai 4.

Desil berarti membagi populasi menjadi sepuluh bagian sama besar. Desil 1 adalah 10% populasi yang mendapatkan share terendah. Desil 10 adalah 10% populasi yang mendapatkan bagian tertinggi.

Pembagian yang sempurna berarti tiap desil mendapat bagian sama banyak. Maka, rasio D10 dan D1-D4 adalah 1. Sehingga ketimpangan sempurna adalah saat Palma ratio = 1. Pada kondisi timpang, rasio nilai D10 lebih besar daripada D1-D4, menyebabkan nilai Palma ratio lebih besar dari 1.

Contoh:

Data diadaptasi dari STATA tutorial example dataset sysuse auto untuk 74 individu dengan pendapatan sebagai berikut:


22 14 18 15 16 19 25 41
17 14 16 18 28 24 28 25
22 21 17 14 34 17 30 25
20 29 28 20 25 23 14 17
15 16 21 21 26 25 26
18 22 12 19 18 23 35
26 22 12 19 18 35 18
20 24 14 18 18 24 31
16 19 22 19 19 21 18
19 30 14 24 19 21 23


Jika dibuat share untuk setiap desil, maka didapat hasil:


Share untuk desil 1 adalah 6,853%. Share untuk desil 2 dan 3 masing-masing 10,279%. Share untuk desil 4 adalah 9,645%. Total share untuk desil 1-4 adalah 37,056%. Sementara share untuk desil 10 adalah 14,975%.

Palma ratio adalah share D10 dibagi dengan akumulasi share D1-D4, maka:

Palma = 0,14975 / 0,37056
Palma = 0,404

Palma ratio bernilai 0,404 berarti pendapatan yang diterima desil 10 adalah 0,404 kali lebih tinggi daripada pendapatan yang diterima desil 1-4. Nilai Palma yang lebih kecil dari 1 menunjukkan pendapatan yang lebih banyak terkonsentrasi di kelas bawah.

Palma Ratio Indonesia

Berapa pembagian kekayaan keluarga di Indonesia? Siapa yang mendapat share paling banyak dan siapa yang mendapat share paling sedikit?

Contoh berikut adalah pembagian kekayaan rumah tangga di Indonesia pada tahun 2000. Hasil perhitungan kekayaan berdasarkan desil dapat dilihat pada data berikut:



Berdasarkan proporsi kekayaan yang dimiliki, 10% masyarakat termiskin di Indonesia (desil 1) memiliki proporsi 0,134%. Desil 2 memiliki 0,773%. Desil 4 memiliki kekayaan 1,609%. Dan seterusnya hingga desil 10 yang memilikik kekayaan 54,33%.

Secara kasat mata, 10% masyarakat terkaya di Indonesia (desil 10) menguasai kekayaan paling tinggi dibanding kelompok masyarakat lain, yakni lebih dari setengah total kekayaan nasional. Sementara desil 1 memiliki proporsi kekayaan terendah, hanya 0,1% dari total kekayaan nasional.

Bila diukur dengan Gini ratio, maka didapat angka 0,69. Nilai ini tergolong tingkat ketimpangan yang ekstrim/ parah. Sementara jika diukur dari Palma ratio, akan menghasilkan nilai 12,232. Nilai ini didapat dari nilai di desil 10 dibagi dengan akumulasi nilai desil 1 sampai desil 4.

Secara matematis:
Palma = D10/(D1-D4)
Palma = 54,333 / (0,134+0,773+1,609+1,925)
Palma = 54,333 / 4,441
Palma = 12,234

Nilai Palma ratio sebesar 12,234 menunjukkan bahwa nilai kekayaan yang dimiliki oleh 10 persen penduduk terkaya di Indonesia adalah lebih dari 12 kali lebih tinggi daripada nilai kekayaan yang dimiliki oleh 40 persen penduduk termiskin di Indonesia.

Namun perhitungan dari desil saja masih belum cukup. Ada komponen lain yang turut mempengaruhi Palma Ratio, yakni Palma Sector.

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Innovation-Driven Economic Development for Inclusive Well-being: Assessing Household Resilience to Economic Shocks

IFLS: Mencari Variabel

"The Role of Microeconomics and Macroeconomics in Development"

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Pelayanan Publik Gratis atau Berbayar?

KKN di Desa Penari