Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga
Abstrak
Tulisan ini menyoroti bagaimana praktik keuangan keluarga berdampak pada generasi mendatang. Berawal dari kasus nyata dan data Indonesia Longitudinal Aging Survey, dibahas pentingnya mengakumulasi kekayaan bersih dan menghindari warisan hutang. Hal ini penting untuk menghindarkan generasi muda dari jebakan hutang konsumtif seperti Buy Now Pay Later dan pinjaman online. Kegiatan pengabdian ini bertujuan mendorong masyarakat lebih sadar risiko hutang dan pentingnya perencanaan warisan kekayaan melalui literasi keuangan.
Kata Kunci: pewarisan, kekayaan, hutang
Pendahuluan
Pemberitaan Jawa Pos (17/07) menunjukkan kejadian penyerahan secara total seorang ibu oleh keempat anaknya kapada panti sosial. Hal ini memantik simpati di media sosial dan tak pelak, banyak yang menyayangkan tindakan keempat anaknya tersebut. Namun klarifikasi dari perangkat pemerintahan setempat menujukkan bahwa persoalannya tidak sesederhana itu. Alasan utama keempat anaknya menyerahkan sang ibu ke panti sosial adalah karena keterbatasan ekonomi. Hal ini didasari kondisi bahwa hanya si anak bungsu yang baru satu bulan terakhir tinggal merawat si ibu itupun bukan tinggal di rumah sendiri melainkan menumpang di rumah saudara.
Bisa jadi keputusan bagi si ibu untuk tinggal di panti sosial adalah keputusan yang lebih baik karena ia bisa terus mendapatkan layanan perawatan termasuk bantuan saat terjadi kejadian darurat.
Implikasi dari hal ini adalah kita perlu menyadari bahwa seiring dengan bertambahnya usia, biaya perawatan seseorang akan semakin mahal. Tidak hanya biaya makan minum namun juga biaya kesehatan dan biaya untuk pendamping orang lanjut usia (lansia). Hal ini dapat dilihat dari data Indonesia Longitudinal Aging Survey 2023.
Tabel di atas menunjukkan secara rata-rata, tiga komponen pengeluaran terbesar perawatan kesehatan warga lanjut usia adalah biaya pendamping atau pemberi rawat (rata-rata Rp.893.637 per bulan), biaya liburan dan skrining kesehatan (rata-rata Rp.670.662 per bulan), serta biaya terapi atau rehabilitasi (rata-rata Rp.276.060 per bulan).
Kondisi ini menunjukkan pentingnya seseorang untuk untuk tetap punya aset dan pendapatan yang bisa terus dinikmati saat hari tuanya yang memampukan ia untuk tetap tinggal di rumah sendiri, membiayai biaya kesehatan dan biaya pendamping, dan mewariskan sesuatu untuk generasi berikutnya.
Pewarisan Standar Hidup
Pewarisan berarti suatu hal (baik atau buruk) yang muncul di satu generasi yang kemudian muncul di generasi berikutnya. Pewarisan hal baik bisa berupa pewarisan status sosial di masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat kekayaan rumah tangga. Sementara pewarisan hal buruk bisa berupa pewarisan gaya hidup tidak sehat dan pola konsumsi yang boros.
Tabel berikut menunjukkan contoh pewarisan dimana orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi biasanya juga akan punya anak yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebaliknya, orang tua yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung akan memiliki anak-anak yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Berbeda dengan penilaian standar hidup dari sisi pendapatan atau pengeluaran, kekayaan bisa diwariskan. Orang tua yang memiliki pendapatan (atau pengeluaran) tinggi belum tentu memiliki anak-anak yang memiliki pendapatan (atau pengeluaran) yang juga tinggi. Di sisi lain, orang tua yang memiliki tingkat kekayaan tinggi biasanya akan memiliki anak-anak yang juga kaya. (Ini yang kemudian memunculkan istilah old money atau orang kaya lama). Sebaliknya, orang tua yang memiliki tingkat kekayaan rendah biasanya akan memiliki anak-anak yang juga miskin (Ini memunculkan istilah kemiskinan antar generasi).
Hutang dan Pewarisan Kekayaan
Satu komponen penting dalam perhitungan atau pewarisan kekayaan rumah tangga adalah hutang. Hutang akan mengurangi total kekayaan rumah tangga.
Maka, kekayaan bersih rumah tangga (total kekayaan rumah tangga dikurangi hutang) dapat bernilai positif, nol, atau negatif.
Kekayaan bersih bernilai positif berarti nilai total harta lebih besar dari jumlah hutang.
Kekayaan bersih bernilai nol berarti nilai total harta sama dengan jumlah hutang.
Sementara kekayaan bersih bernilai negatif berarti total harta lebih kecil dari jumlah hutang. Jika ini terjadi maka meski rumah tangga tersebut menjual semua hartanya untuk membayar hutang, masih akan ada hutang-hutang yang tidak terlunasi.
Karena kekayaan bisa diwariskan maka idealnya setiap generasi juga meminimalisir hutang agar semakin banyak kekayaan bersih rumah tangga yang bisa diwariskan. Kondisi ideal yang pertama adalah jangan berhutang. Kondisi ideal berikutnya adalah berhutang tapi yang dapat menambah harta. Misalnya untuk membeli propeti, atau sawah dan ladang. Jangan sampai berhutang tapi tidak menambah aset. Ini terjadi karena kredit konsumtif (misalnya untuk membeli barang konsumsi misalnya jalan-jalan, liburan, atau makan mewah) atau berhutang untuk membeli aset namun nilai aset tersebut terus menerus turun (misalnya kredit kendaraan bermotor).
Maka, perlu berhati-hati dengan hutang. Apalagi pada masa kini, tawaran kemudahan pinjaman dari pemberi pinjaman online, seperti terlihat pada gambar berikut:
Pinjaman instan juga bisa berupa Buy Now Pay Later (BNPL), yang banyak digunakan digunakan pada metode belanja online. Gambar berikut menunjukkan preferensi penggunaan BNPL merujuk pada Laporan Perilaku Pengguna PayLater Indonesia 2024 dari Kredivo (2024).
BNPL paling banyak digemari kelompok usia rentang usia 26-35 tahun dengan lebih dari 40% pengguna.
Laki-laki cenderung melakukan transaksi menggunakan PayLater dengan nominal yang lebih besar dibanding perempuan. Pada 2023, rata-rata nilai transaksi yang dilakukan laki-laki menggunakan PayLater adalah di rentang Rp350-400 ribu. Sementara rata-rata nilai transaksi perempuan adalah di rentang Rp300-350 ribu.
Tidak hanya pinjaman online, kita perlu juga berhati-hati dengan tawaran pinjaman offline yang lebih konvensional seperti bank plecit, bank ucek-ucek, bank harian, atau lintah darat.
Baik pinjaman online atau pinjaman yang lebih konvensional di atas memiliki kemiripan yakni kemudahan prosedur (pengajuan online atau petugas yang akan datang), persyaratan yang relatif mudah (hanya serahkan KTP dan tanpa BI Checking), dan dana cair dalam waktu singkat.
Keduanya juga memiliki kemiripan yakni bunga tinggi dan biaya administrasi tinggi.
Contohnya, nasabah mengajukan pinjaman ke bank plecit sebesar Rp.1.000.000 yang kemudian akan cair sebesar Rp.800.000. Pinjaman kemudian akan diangsur sebanyak 10 kali dengan nominal angsuran Rp.130.000.
Hutang Terlalu Banyak
Sebenarnya pemberi hutang tidak sepenuhnya salah karena mereka juga pada dasarnya sedari awal menyasar calon nasabah yang mampu melunasi pinjaman. Yang perlu menjadi fokus perhatian adalah pada si peminjam yang bisa jadi tidak mengukur kemampuan finansial dan urgensi kebutuhan untuk berhutang.
Contohnya adalah bank plecit yang banyak menjerat ibu rumah tangga yang mengajukan kredit tanpa sepengetahuan suaminya. Sementara ibu-ibu rumah tangga yang terjerat rentenir tersebut tidak memiliki pekerjaan atau pendapatan, sedangkan uang pinjamannya digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
Contoh lain adalah BNPL yang banyak menyasar Generasi Z (yakni mereka yang lahir antara tahun 1997-2012 atau yang saat ini berusia 13-28 tahun) yang notabene belum masuk ke pasar tenaga kerja atau sedang di awal meniti karir. Dampaknya, mereka belum bekerja namun sudah punya hutang. Saat mereka masuk ke dunia tenaga kerja dan memiliki pendapatan maka bisa jadi pendapatan tersebut justru akan dihabiskan untuk membayar hutang dan bukannya untuk ditabung (misalnya untuk membiayai pernikahan atau studi lanjut) atau menambah aset (misalnya membeli rumah dan kendaraan). Malangnya, perilaku gemar berhutang ini bisa jadi tidak hilang saat mereka masuk ke pasar tenaga kerja namun akan terus berlanjut dan menjadi lebih parah karena mereka bisa meminjam uang ke rekan kerja atau ke kantor.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah pemberi kerja bisa jadi akan mempertimbangkan profil risiko kredit calon karyawannya karena mereka bisa mengecek individu di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Histori kredit yang tidak lancar terutama akan menghalangi pengajuan kredit baru seperti kredit pemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, berikut ini hasil skor BI checking:
• Kolektibilitas 1 (Lancar): Kategori ini menunjukkan debitur yang patuh dalam membayar angsuran pokok dan bunga pinjaman sesuai jadwal tanpa pernah tercatat adanya keterlambatan.
• Kolektibilitas 2 (Dalam Perhatian Khusus/DPK): Status ini diberikan kepada debitur yang memiliki keterlambatan pembayaran berkisar antara antara 1-90 hari.
• Kolektibilitas 3 (Kurang Lancar): Kategori kurang lancar berlaku bagi debitur yang menunda pembayaran selama 91 hingga 120 hari.
• Kolektibilitas 4 (Diragukan): Status pembayaran debitur menjadi diragukan apabila terjadi tunggakan selama 121 hingga 180 hari.
• Kolektibilitas 5 (Macet): Kategori macet diberikan kepada debitur yang melampaui batas keterlambatan pembayaran lebih dari 180 hari.
Skor yang baik menunjukkan bahwa peminjam adalah orang yang disiplin, sehingga meningkatkan peluang pengajuan kredit diterima. Sebaliknya, skor buruk bisa menandakan masalah keuangan dan mempersulit akses peminjam saat mengajukan kredit.
Penutup
Setiap rumah tangga perlu berorientasi untuk mewariskan sesuatu hal baik ke generasi berikutnya, termasuk mewariskan kekayaan. Maka diperlukan keputusan finansial yang bijak termasuk pengelolaan hutang. Pada kadar tertentu hutang diperlukan untuk membentuk aset. Namun pengetahuan lebih bijak diperlukan agar rumah tangga tidak berhutang hanya untuk kebutuhan konsumtif. Tanpa pengelolaan hutang yang hati-hati, keluarga berisiko mewariskan beban, bukan harapan (TS).
Referensi
https://www.jawapos.com/surabaya-raya/016312985/viral-empat-anak-di-surabaya-titipkan-ibu-kandung-ke-panti-jompo-pemkot-siap-bantu-pemulangan
https://kredivocorp.com/wp-content/uploads/2024/06/Laporan-Perilaku-Pengguna-Paylater-Indonesia-2024-Kredivo.pdf
https://www.kompas.com/properti/read/2025/06/21/133000521/70-persen-calon-kreditur-kpr-terganjal-slik-ojk?source=headline
https://surveymeter.org/en/post/indonesia-longitudinal-aging-survey-ilas-2023