Skewness dan Kurtosis
Pada statistika, dikenal istilah skewness dan kurtosis.
Skewness adalah ukuran ketidaksimetrisan dalam distribusi nilai. Skewness dapat bernilai positif, negatif, dan nol.
Skewness yang bernilai positif berarti ekor distribusi berada di sebelah kanan nilai terbanyak. Berarti, sebagian besar distribusi berada di nilai rendah. Skewness yang bernilai negatif berarti ekor distribusi berada di sebelah kiri, menunjukkan bahwa sebagian besar nilai berada di sisi kanan kurva. Sementara skewness bernilai nol berarti nilai terdistribusi secara simetris, dengan jarak antara ekor distribusi sebelah kanan dan kiri sama besar.
Skewness adalah ukuran ketidaksimetrisan dalam distribusi nilai. Skewness dapat bernilai positif, negatif, dan nol.
Skewness yang bernilai positif berarti ekor distribusi berada di sebelah kanan nilai terbanyak. Berarti, sebagian besar distribusi berada di nilai rendah. Skewness yang bernilai negatif berarti ekor distribusi berada di sebelah kiri, menunjukkan bahwa sebagian besar nilai berada di sisi kanan kurva. Sementara skewness bernilai nol berarti nilai terdistribusi secara simetris, dengan jarak antara ekor distribusi sebelah kanan dan kiri sama besar.
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Skewness
Kurtosis adalah indikator untuk menunjukkan derajat keruncingan (tailedness). Semakin besar nilai kurtosis maka kurva semakin runcing.
Nilai referensi kurtosis adalah 3. Jika nilai kurtosis lebih besar dari 3, maka kurva distribusi disebut leptokurtik. Sementara jika lebih rendah dari 3, maka disebut platikurtik. Sedangkan nilai kurtosis sama dengan 3 bermakna kurva distribusi normal atau mesokurtik atau mesokurtotik.
Source: https://www.researchgate.net/figure/Types-of-kurtosis_fig4_275208180
Skewness dan kurtosis dapat menunjukkan kondisi pembagian atau distribusi data. Kondisi ideal adalah saat data terdistribusi normal, yakni saat skewness bernilai 0 dan kurtosis bernilai 3. Semakin jauh dari kondisi ideal berarti data tersebar semakin tidak ideal atau tidak merata.
Aplikasi
Distribusi kekayaan di Indonesia pada tahun 1993 memiliki nilai skewness 14,25 dan kurtosis sebesar 364,38. Sementara pada tahun 2007, nilai skewness sebesar 4,97 dan kurtosis sebesar 42,83.
Pada kedua tahun tersebut, skewness bernilai positif dan kurtosis lebih besar dari nilai referensi. Hal ini menunjukkan kemencengan yang positif (positive skew) dan ekor kurva yang runcing (fat tailed).
Distribusi kekayaan di Indonesia pada tahun 1993 memiliki nilai skewness 14,25 dan kurtosis sebesar 364,38. Sementara pada tahun 2007, nilai skewness sebesar 4,97 dan kurtosis sebesar 42,83.
Pada kedua tahun tersebut, skewness bernilai positif dan kurtosis lebih besar dari nilai referensi. Hal ini menunjukkan kemencengan yang positif (positive skew) dan ekor kurva yang runcing (fat tailed).
Nilai skewness pada tahun 1993 lebih tinggi daripada tahun 2007. Ini berarti pada tahun 1993, kekayaan terdistribusi lebih luas antara seluruh kelompok rumah tangga; dimana rumah tangga berpendapatan rendah lebih banyak daripada rumah tangga yang berpendapatan lebih tinggi.
Nilai skewness tinggi juga menunjukkan jauhnya jarak antara rumah tangga terkaya dan rumah tangga termiskin.
Nilai kurtosis pada tahun 1993 lebih tinggi daripada tahun 2007. Hal ini berarti ada lebih banyak rumah tangga yang memiliki nilai kekayaan yang sama. Dengan kata lain, tingkat kekayaan atau tingkat kesejahteraan mereka hampir serupa.
Mana yang lebih baik?
Perbandingan skewness dan kurtosis kondisi distribusi kekayaan rumah tangga pada tahun 1993 dan 2007 harus berpedoman pada distribusi normal. Semakin dekat nilai skewness dan kurtosis dengan kondisi ideal maka situasi distribusi kekayaan semakin baik. Pada distribusi normal, nilai skewness adalah 0 dan kurtosis 3.
Nilai skewness dan kurtosis pada tahun 2007 lebih rendah daripada 1993; menunjukkan kondisi yang semakin mendekati nilai pada distribusi normal. Dengan kata lain, pada tahun 2007, kondisi distribusi kekayaan rumah tangga di Indonesia lebih baik daripada tahun 1993.
Epilog
Nilai skewness dan kurtosis masih merupakan indikator awal untuk melihat kondisi distribusi data. Masih diperlukan satu pendekatan lagi yang lebih sederhana untuk bisa membawa pembaca pada perbandingan kondisi distribusi pada tahun yang berbeda atau tempat yang berbeda.
(Thomas Soseco)
Artikel Terkait:
- Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia
- Contoh Kurva Lorenz dan Gini Ratio yang Ekstrem
- Palma Ratio Indonesia: Gini saja tidak cukup
- Palma Sectors d10+ dan d10++ Indonesia
- Berapa Rata-rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?