Teknologi dan Akses Kredit untuk Pengentasan Kemiskinan Perempuan di Perdesaan
Tidak semua yang tinggal di kota terhitung berhasil, dimana mereka yang tersingkir biasanya kalah bersaing karena kompetisi yang ketat, biaya hidup tidak terjangkau, serta prilaku individu yang tidak siap untuk bersaing.
Mereka yang termarginalkan akan terakumulasi menjadi berbagai masalah perkotaan seperti pemukiman kumuh, masalah sosial seperti kriminalitas dan ketimpangan, serta berbagai masalah lingkungan seperti banjir, penggunaan air tanah berlebihan, dan pengelolaan sampah yang serampangan.
Kita perlu mempelambat laju perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, atau urbanisasi, agar kota menjadi lebih layak untuk tinggal atau liveable. Kita juga perlu mempromosikan desa karena tinggal di desa juga seharusnya memberi peluang untuk mencapai standar hidup yang sama dengan tinggal di kota.
Namun, perdesaan masih tertinggal jauh dari perkotaan dalam hal kapasitasnya untuk memberi kepuasan yang sama dengan perkotaan. Mereka yang enggan tinggal di desa biasanya didasari oleh keterbatasan pilihan.
Keterbatasan pilihan ini bersumber dari masalah jarak yang jauh dari sumber produksi sehingga ongkos transportasi menjadi membengkak, pangsa pasar yang kecil sehingga produsen mesti berhitung ulang untuk mau penetrasi pasar ke desa, kemiskinan, serta daya beli yang rendah.
Bagaimana kita bisa membantu masyarakat di perdesaan untuk bisa keluar dari kemiskinan dan memiliki daya beli yang lebih tinggi?
Kami mengidentifikasi dua hal penting yang bisa membantu masyarakat perdesaan untuk bisa keluar dari kemiskinan, yakni teknologi dan akses kredit.
Bila kita bisa mengintervensi teknologi, ditambah dengan adanya akses kredit, maka masyarakat perdesaan bisa keluar dari kemiskinan.
Kami mencoba menghitung dampak teknologi dan akses kredit apakah bisa membantu masyarakat keluar dari kemiskinan.
Ternyata, teknologi dan kredit lebih berdampak bagi pengentasan kemiskinan pada perempuan dibanding laki-laki. Juga, dampak akan lebih terasa pada perempuan yang tinggal di desa daripada mereka yang tinggal di kota.
Kami menemukan bahwa teknologi dan akses kredit memberi peluang 50% lebih tinggi bagi perempuan yang tergolong rawan miskin, atau vulnerable poor, untuk keluar dari kemiskinan, bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan kedua akses tersebut.
Sementara teknologi dan akses kredit juga memberi peluang 8% lebih tinggi bagi perempuan dengan kategori sangat miskin, atau severe poor, bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan kedua akses tersebut.
Teknologi dan kredit bisa mengurangi membantu perempuan untuk keluar dari kemiskinan dengan dampak yang lebih besar dibanding pria. Dampak yang lebih besar juga terasa di perempuan di perdesaan bila dibandingkan dengan perempuan di perkotaan.
Maka, kita perlu memperluas jangkauan teknologi dan kredit pada perempuan di perdesaan.
Agar teknologi dan kredit bisa efektif mengatasi kemiskinan, kita perlu pembangunan infrastruktur ke pelosok negeri. Selain itu, kita juga membangun masyarakat yang melek digital atau digital literate agar mereka bisa secara efektif menggunakan teknologi untuk hal-hal yang produktif. Kita juga perlu penyebarluasan akses ke lembaga keuangan formal sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi masyarakat.
Dengan ini, tinggal di perdesaan harus menjadi pilihan gaya hidup karena mampu juga menyajikan standar hidup yang sama dengan tinggal di perkotaan
Saksikan videonya berikut:
Video ini termasuk dalam shortlisted participants untuk the 10th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) 2021, 1-3 Desember 2021, yang diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penulis dan ide cerita: Thomas Soseco (Universitas Negeri Malang) dan Isnawati Hidayah (ROTASI Institute).