Deflasi dan Penurunan Daya Beli Masyarakat

Publikasi Badan Pusat Statisik (BPS) menunjukkan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) selama lima bulan di tahun 2024. Penurunan IHK ini menunjukkan kondisi deflasi, yakni penurunan tingkat harga umum barang dan jasa secara terus-menerus dalam suatu periode tertentu.

Data IHK 150 Kabupaten/Kota (2022=100) menunjukkan IHK naik dari 105,19 di Januari 2024 menjadi 105,58 di Februari, 106,13 di Maret, 106,40 di April. 

Kemudian IHK turun menjadi 106,37 di bulan Mei 2024, 106,28 di Juni, 106,09 di Juli, 106,06 di bulan Agustus, dan 105,93 di bulan September. 

Saat harga-harga turun, masyarakat seharusnya akan terbantu dalam mengatasi pengeluarannya. Namun produsen justru akan berhadapan dengan harga-harga yang terus turun yang berpotensi menggerus pendapatan mereka.

Penurunan harga ini disebabkan oleh dua hal, yakni penurunan penawaran (supply) dan penurunan permintaan (demand). 

Supply barang yang semakin sedikit akan mendorong kenaikan harga barang. Namun saat suplai kembali normal dan komoditas sudah membanjiri pasar, maka harga akan turun. Ini seperti kenaikan harga barang saat periode gagal panen dimana harga komoditas pertanian akan naik karena keterbatasan pasokan dan akan turun saat pasokan sudah tersedia.

Dari sisi demand, semakin banyak permintaan saat pasokan cenderung tetap akan mendorong kenaikan harga komoditas. Contohnya adalah permintaan pangan di saat menjelang Idul Fitri yang meningkat yang kemudian mendorong kenaikan harga-harga barang. Namun setelah periode Idul Fitri usai, harga barang akan kembali turun.

Keseimbangan ini penting karena sisi permintaan harus sama dengan penawaran. 

Namun kenapa harga terus turun, ditandai dengan deflasi periode Mei-September 2024 sementara pada periode ini tidak ada kejadian signifikan yang membuat pasokan terhalang ataupun juga tidak ada event signifikan yang mendorong kenaikan permintaan?

Deflasi Lima Bulan di 2024 Pertanda Lemahnya Daya Beli?

Penurunan harga-harga bisa juga menjadi indikasi pelemahan daya beli. Hal ini menandai bahwa masyarakat tidak memiliki cukup uang untuk membeli komoditas. Atau masyarakat memiliki pendapatan namun lebih memilih untuk menyimpan uangnya dan bukannya untuk dibelanjakan.

Lemahnya daya beli bisa jadi juga masyarakat yang tidak hanya menurunkan kuantitas melainkan juga menurunkan kualitas komoditas yang dikonsumsi.

People show poverty even in when they have income. 

Implikasinya, masyarakat memprioritaskan konsumsi kebutuhan pokok dan menurunkan prioritas pembelian barang non-pokok, misalnya kebutuhan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui akses teknologi dan pengetahuan.

Cost of living is stopping people from learning new skills.

Jika hal ini terjadi maka upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia akan mendapat tekanan. Dalam jangka panjang, penciptaan manusia Indonesia yang berkualitas akan terhambat.

Solusi Jangka Panjang

Pemerintah perlu memastikan agar masyarakat tetap punya daya beli. 

Untuk dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan menjaga agar masyarakat bisa tetap memiliki penghasilan (dan agar bisa terus berbelanja) maka beberapa hal bisa diperlukan.

Pertama, mengontrol pertambahan jumlah penduduk. Prinsip dasarnya adalah setiap individu memiliki pengeluaran yang harus dijaga, maka rumah tangga dengan jumlah anggota besar akan mengalami tantangan lebih besar dalam menjaga level konsumsinya daripada rumah tangga lain yang memiliki anggota keluarga yang lebih sedikit, ceteris paribus.

Kedua, perlu financial buffer. Hal ini untuk menjaga tingkat konsumsi individu atau rumah tangga dalam kondisi penurunan pendapatan. Buffer ini bisa berupa simpanan atau aset yang bisa dijual saat rumah tangga tersebut mengalami penurunan pendapatan.

Ketiga, mengatasi kemiskinan dan mengurangi ketimpangan kaya dan miskin. Hal ini untuk memastikan setiap orang memiliki pendapatan layak. Dan mencegah akumulasi kekayaan dan kemakmuran hanya di segelintir orang saja. 

Penutup

Deflasi merupakan pertanda kita perlu menjaga daya beli masyarakat agar produsen bisa tetap punya pemasukan dan agar perekonomian bisa terus berjalan.

Referensi

https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjI0NSMy/indeks-harga-konsumen-150-kabupaten-kota--2022-100-.html

https://www.stuff.co.nz/money/350422915/high-cost-living-hits-incomes-more-households-falling-work-poverty

https://www.cnbcindonesia.com/research/20241003055218-128-576515/deflasi-5-bulan-beruntun-ini-beda-situasi-krisis-1997-98-vs-2024

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Intelligence Quotient: Apakah Miskin membuat Bodoh atau Bodoh Membuat Miskin?

IFLS: Mencari Variabel

Tantangan bagi GoPay dan Dompet Digital Lain

The Prize in Economic Sciences 2019: Research to Help the World’s Poor

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Peta Kemiskinan Kabupaten Malang