Sektor Informal dan Pekerja Lansia dalam Upaya Peningkatan Standar Hidup

Sumber: NYTimes

Curhat di media sosial di musim lebaran kali ini adalah jumlah pengunjung Malioboro yang lebih sepi dari tahun-tahun sebelumnya. Sepinya pengunjung ini berarti juga keutungan dari penjualan yang lebih sedikit yang bisa dicapai.  

Menariknya, justru sebagian netizen turut berkomentar dengan menyebutkan sisi buruk Malioboro seperti ulah dan perilaku pedagang sendiri yang membuat orang enggan berbelanja seperti nuthuk harga. Komentar lain mengeluhkan parkir mahal, kemacetan, serta pengamen dan copet. 

Komentar netizen lain lebih bersifat netral seperti penurunan jumlah pembeli tidak hanya dialami oleh pedagang di Malioboro saja melainkan juga pedagang yang lain. Komentar lain menyebutkan pergeseran pola konsumsi juga disebabkan oleh pergeseran profil pembeli dari yang sebelumnya suka dengan vibes tawar menawar menjadi ke generasi online dimana kenyamanan menjadi hal utama serta transparansi harga menjadi patokan. 

Bila dirunut lebih jauh, sektor informal, seperti pedagang kaki lima, penjual makanan pinggir jalan, kuli panggul, tukang becak, atau pengemudi andong, mendominasi kawasan Malioboro ini. 

Sektor Informal

Sektor informal memiliki ciri kemudahan dalam masuk dan keluar pasar tanpa ada regulasi ketat yang harus dipenuhi. Hal ini membawa implikasi kemudahan dalam penyerapan tenaga kerja dimana sektor informal juga sebagai penampung pekerja yang tidak terserap oleh sektor formal.

Bahkan, pemerintah memuji sektor informal sebagai sektor penopang perekonomian saat pandemi Covid-19 dimana sektor ini bisa tetap bertahan di kala perekonomian sedang lesu.

Namun kekuatan sektor informal ini sendiri perlu dieksplorasi lebih dalam terutama dalam penyerapan tenaga kerja mengingat adanya bonus demografi yang dihadapi Indonesia, ditandai dengan pertambahan proporsi penduduk usia produktif, yang bisa jadi tidak bisa terserap oleh sektor informal, apalagi sektor formal (Tabel 1).

Tabel 1. Proporsi Penduduk menurut Kelompok Umur

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia

Tabel 1 menunjukkan peningkatan proporsi penduduk usia produktif akan menjadi modal pembangunan dimana mereka akan menjadi penyedia tenaga kerja dan sekaligus pasar potensial untuk mendorong konsumsi dalam negeri. 

Namun, masalah yang lebih besar yang dihadapi adalah saat usia produktif semakin menua dan memasuki usia pensiun dimana apakah mereka bisa tetap mendapat kesempatan yang sama untuk bekerja seperti tenaga kerja yang berusia lebih muda?

Masalah ini penting karena usia pensiun seharusnya bukan patokan formal seseorang berhenti bekerja dan berhenti mendapatkan penghasilan. Bisa jadi usia pensiun berarti waktu saat ia berpindah dari sektor formal ke informal, atau sebaliknya. Atau tetap di sektor yang sama namun dengan penugasan lebih ringan

Pekerja Lansia

Pekerja lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang-orang yang sudah melewati batas usia pensiun namun masih tetap bekerja.

Aturan usia pensiun di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah dengan Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang melalui UU 6/2023, serta pada PP 45/2015.

Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) PP 45/2015 menetapkan batas usia pensiun pekerja atau karyawan swasta sebagai berikut:

1. Untuk pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 tahun.

2. Mulai 1 Januari 2019, usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 tahun.

3. Usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.

Berdasarkan peraturan di atas, maka pada tahun 2020 sampai 2022 usia pensiun adalah 58 tahun. Kemudian pada tahun 2023 sampai 2025, usia pensiun menjadi 59 tahun hingga seterusnya maksimal usia pensiun mencapai 65 tahun. 

Selama ini, lowongan kerja khusus untuk lansia di Indonesia terhitung langka. Kebanyakan sektor formal dan informal mensyaratkan batasan usia bagi pelamar pekerja dengan pertimbangan keberlimpahan suplai tenaga kerja seperti bonus demografi di atas. 

Salah satu contoh iklan terbaru di X (Twitter) oleh akun @workfess menyebutkan secara spesifik membutuhkan pekerja lanjut usia. 

Bila ditelusuri, job desk pekerja lansia di lowker di atas serupa dengan job desk pekerja lansia di berbagai negara lain seperti Singapura yakni sebagai server. Bentuk penugasan ini adalah melayani pelanggan seperti menghidangkan makanan, membawa piring kotor, dan membersihkan tempat makan. Job desk lain yang serupa adalah sebagai cleaner dan caretaker dimana kedua posisi ini dapat dengan mudah diisi oleh pekerja lansia.

Keterlibatan lansia dalam sektor produktif adalah peluang bagi kita untuk membuat mereka terus beraktivitas, membuat aktif bergerak, mengurangi risiko penyakit degeneratif, serta memberi peluang mendapatkan penghasilan.

Namun dengan kondisi pasar ketenagaakerjaan Indonesia yang belum ramah terhadap pekerja lansia, ditambah dengan sektor informal yang masih belum memiliki jalur pasti untuk berkembang apakah bisa membawa bonus demografi Indonesia untuk mendorong peningkatan standar hidup?

Standar Hidup

Publikasi the Economist menunjukkan negara-negara yang memiliki kualitas hidup tertinggi, yang ditandai dengan Human Development Index (HDI) yang juga tinggi.

Pada tahun 2022, negara-negara Eropa menjadi pemuncak HDI tertinggi. Swiss berada di peringkat pertama dengan HDI 0,97 kemudian disusul Norwegia (HDI=0,97), dan Islandia (HDI=0,96). Peringkat keempat adalah Hong Kong (HDI=0,96) kemudian disusul Denmark (HDI=0,95).

Di kawasan Asia Tenggara, Singapura berada di posisi 9 dengan HDI=0,95. Peringkat ini lebih tinggi dibanding Australia yang berada di posisi 10 (HDI=0,95) dan Malaysia di posisi 63 (HDI=0,81).

Indonesia berada di posisi 112 dengan HDI=0,71.

Posisi Indonesia berada satu peringkat di atas Filipina (HDI=0,71). Namun di bawah Vietnam di peringkat 107 (HDI=0,73), Afrika Selatan di peringkat 110 (HDI=0,72), dan Teritori Palestina di peringkat 111 (HDI=0,72).

Secara global, United Nations mencatat adanya tren HDI meningkat dari tahun 2000-an yang tiba-tiba mengalami penurunan karena pandemi Covid-19, meski kemudian skor HDI secara global kembali meningkat pasca pandemi (Gambar 1).

Gambar 1. Global HDI. Sumber: The Economist 

Realita ini menunjukkan tantagan berat dalam upaya peningkatan kualitas hidup. Sepertinya tantangan lebih berat lagi dialami oleh Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya dimana sektor informal selalu tertekan dan sulit untuk naik kelas serta struktur ketenagakerjaannya tidak dapat dengan mudah mengakomodir suplai tenaga kerja apalagi pekerja lansia. 

Penutup

Tantangan peningkatan standar hidup membutuhkan kontribusi dari setiap kelompok masyarakat, tanpa ada diskriminasi untuk dalam mencari kerja dan penghidupan. Termasuk di dalamnya adalah kesempatan bagi pekerja lansia untuk dapat masuk kembali ke dunia kerja. 

Dibutuhkan upaya untuk mendorong peningkatan kelas sektor informal agar mereka bisa menjadi besar dan berubah status menjadi sektor formal. Selain itu perlu perubahan agar setiap pekerja bisa dapat dengan mudah masuk ke dunia kerja tanpa ada batasan-batasan diskriminatif.

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Siapa yang Menikmati Kenaikan Pendapatan Terbesar di Musim Mudik?

IFLS: Mencari Variabel

KKN di Desa Penari

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Panduan Penulisan Tugas Akhir

Perkembangan Rata-rata Bulanan Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat