Mendorong Keunikan dan Keunggulan bagi Dunia Usaha

Keputusan menjalankan bisnis tidak semata untuk mencari keuntungan sesaat namun juga untuk menjaga napas perusahaan agar tetap bisa bernapas panjang serta untuk memenangkan persaingan.

Kebutuhan untuk memenangkan persaingan menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama di tengah dunia digital, keterbukaan informasi, dunia metaverse, dan kecerdasan buatan (AI).

Terdapat setidaknya tiga hal penting bagi dunia bisnis untuk bisa terus bertahan dan memenangkan persaingan. Pertama, inovasi dan meninkatkan produktivitas. Kedua, mengatasi isu gender. Ketiga, mengatasi isu tentang keberlanjutan (sustainability). 


Inovasi dan Produktivitas

Inovasi muncul dari upaya untuk mengatasi masalah.

Inovasi bisa menghindarkan kita dari population trap, yakni kondisi dimana pertambahan populasi lebih tinggi daripada pertambahan pendapatan per kapita. 

Thomas Robert Malthus pada tahun 1798 di di bukunya Essay on the Principle of Population menjelaskan population trap.

Pertumbuhan populasi pertama-tama akan meningkat dan kemudian akan menurun seiring dengan pertambahan pendapatan per kapita (hal ini juga disebut transisi demografi). Penurunan pertambahan populasi diharapkan akan terus terjadi seiring dengan pertambahan pendapatan per kapita, hingga negara tersebut melewati titik ekuilibrium T.

Namun population trap bisa terjadi saat sebuah negara sudah melewati titik ekuilibrium S namun mengalami pertumbuhan populasi yang lebih tinggi daripada laju perekonomian sehingga membuat laju pertambahan pendapatan per kapita menurun, kembali ke titik S. 

Keseimbangan di titik S membuat negara tersebut berada dalam kondisi laju pertambahan populasi rendah dan pendapatan per kapita rendah.Semakin tinggi produktivitas pekerja berarti semakin banyak barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam durasi waktu tertentu. 

Maka kita perlu inovasi dan meningkatkan produktivitas pekerja untuk menghindarkan sebuah negara masuk ke dalam population trap

Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi akan bisa menghasilkan barang dan jasa lebih banyak (=lebih banyak pendapatan) dalam durasi waktu yang sama dibanding pekerja lain yang memiliki produktivitas lebih rendah.

Semakin banyak penduduk (berarti semakin banyak pekerja) harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas pekerja agar tercapai kenaikan return per pekerja (yang diukur dengan pendapatan per kapita). 


Gender

Publikasi Soseco, et.al., 2022 menunjukkan perempuan lebih rentan terperosok terhadap kemiskinan multidimensi. 


Kami menggunakan pendekatan kemiskinan multidimensi (multidimensional poverty index/MPI) untuk mengukur kondisi deprivasi seseorang. MPI terdiri dari tiga aspek yakni pendidikan, kesehatan, dan standar hidup yang masing-masingnya tersusun atas beberapa indikator.  

Studi ini menggunakan estimasi logit menggunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018. Hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa sekitar 10% penduduk Indonesia tergolong rentan miskin, dan sangat miskin adalah 3%. Individu yang rentan dan sangat miskin ditandai dengan deprivasi dalam hal lama bersekolah, kepemilikan asuransi kesehatan, dan kepemilikan aset. 

Lebih lanjut, rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih rentan jatuh ke dalam situasi kemiskinan dibanding rumah tangga dengan pria sebagai kepala keluarga.


Sustainability 

Ini menjadi isu terkini yang dirumuskan oleh Bank Dunia dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dengan 17 tujuan pembangunan. 

Ke-17 tujuan tersebut adalah: (1) Tanpa kemiskinan; (2) Tanpa kelaparan; (3) Kehidupan sehat dan sejahtera; (4) Pendidikan berkualitas; (5) Kesetaraan gender; (6) Air bersih dan sanitasi layak; (7) Energi bersih dan terjangkau; (8) Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; (9) Industri, inovasi, dan infrastruktur; (10) Berkurangnya kesenjangan; (11) Kota dan komunitas berkelanjutan; (12) Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab; (13) Penanganan perubahan iklim; (14) Ekosistem laut; (15) Ekosistem daratan; (16) Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh; dan (17) Kemitraan untuk mencapai tujuan

Dalam kaitannya dengan pembangunan pasca pandemi Covid-19, kita harus terus melangkah dengan kondisi new normal; tidak bisa berpaling ke kondisi sebelum pandemi.

Kita bisa berangkat dari ide Prof. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh dan penerima Nobel Perdamaian 2006. Ia mencetuskan urgensi untuk menciptakan dunia tanpa tiga "tanpa" (a World of 3 Zeros) yakni tanpa emisi karbon (zero net carbon emission), tanpa konsentrasi kekayaan untuk dapat mengatasi kemiskinan (zero wealth concentration for ending poverty once for all), and tanpa pengangguran dengan cara mempromosikan kewirausahaan untuk semua orang (zero unemployment by unleashing entrepreneurship in everyone).

Grameen Bank didirikan pada tahun 1983 di Bangladesh untuk menyediakan kredit skala mikro (microfinance) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu mengakses layanan perbankan formal, yakni mereka yang tidak memiliki jaminan/collateral. 

Ketiadaan jaminan ini akan membuat masyarakat kesulitan dalam mendapatkan pinjaman yang sangat dibutuhkan mereka untuk, misalnya mengembangkan usaha. Dampaknya, mereka akan berada dalam kondisi modal usaha rendah dan kemiskinan.

Grameen Bank menyalurkan kredit secara eksklusif kepada kelompok-kelompok wanita produktif yang tidak memiliki akses ke dunia perbankan.

Dalam satu kelompok yang berjumlah 10-15 orang, hanya satu anggota kelompok yang berhak menerima kredit pada satu waktu. Setelah kreditnya lunas, baru anggota lain boleh mengajukan pinjaman.    

Health Clinic

Sejak 1993, Muhammad Yunus mendirikan layanan kesehatan terpadu bagi orang miskin di Bangladesh dengan konsep social business, yakni dunia bisnis dimana semua keuntungan akan kembali ke pelanggan alias non-dividend company.

Terdapat tiga model layanan kesehatan yang feasible secara keuangan. Pertama, layanan kesehatan yang khusus ditujukan bagi orang miskin. Ia akan menarik biaya dari pasien dan biaya-biaya tersebut hanya cukup untuk membuatnya sustainable

Kedua, layanan kesehatan yang melayani orang kaya dan orang miskin sekaligus. Orang kaya memiliki karakteristik "ikhlas" membayar biaya berapapun agar ia sembuh. Sebaliknya, orang miskin akan pikir-pikir kalau ia harus mengeluarkan uang untuk berobat. Dampaknya, layanan kepada orang miskin akan terabaikan. 

Ketiga, konsep bisnis sosial (social business) yang melayani seluruh lapis masyarakat dengan tarif terjangkau. Ada keuntungan yang harus dicari oleh perusahaan. Namun keuntungan tersebut akan dikembalikan sepenuhnya untuk masyarakat miskin. Investor tetap boleh datang dan bergabung namun mereka tidak akan mendapatkan bagian dari keuntungan alias zero dividend. Semua keuntungan akan diivestasikan lagi untuk modernisasi atau ekspansi usaha. 

Dengan konsep ini, Muhammad Yunus telah mampu mendirikan 51 klinik di Bangladesh.    

Nisa

Contoh berikutnya adalah Nisa, sebuah ethical clothing company di Selandia Baru. Perusahaan ini memproduksi pakaian dalam underwear dengan pangsa penjualan dalam dan luar negeri. 

Laman "about us" di website nisa.co.nz menjelaskan profil perusahaan ini dimana "Nisa is an ethical label that provides meaningful employment opportunities to women from refugee and migrant backgrounds".


Nisa didirikan tahun 2017 dan mempekerjakan 29 wanita dengan latar belakang pengungsi dan migran. 

Sang pendiri berfokus menjalankan bisnis garmen namun pada keunikan membuka lapangan kerja bagi wanita pengungsi dan migran. 

Penyebab utamanya adalah karena: "...a year after arriving in Aotearoa, less than a fifth of people from refugee and migrant backgrounds are employed. After three years, only a quarter of women from refugee backgrounds find employment. Lack of employment is an obstacle to feeling truly valued and integrated into a community." 


Penutup

Keunikan, baik dalam hal produk atau sistem/cara berproduksi, dapat menjadi unggulan bagi sebuah usaha. 

Upaya untuk terus menjadi unik dan unggul ini dapat menjadi modal besar bagi dunia usaha untuk dapat terus bertahan dan memenangkan persaingan. 


References:

Soseco, T., Hidayah, I., & Rini, A. D. 2022. Gender Determinant on Multidimensional Poverty Index: Evidence from Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 26(2), 137-151.

https://www.stuff.co.nz/business/300824272/ethical-clothing-company-nisa-put-up-for-sale?cx_testId=3&cx_testVariant=cx_1&cx_artPos=0#cxrecs_s

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Siapa yang Menikmati Kenaikan Pendapatan Terbesar di Musim Mudik?

IFLS: Mencari Variabel

KKN di Desa Penari

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Panduan Penulisan Tugas Akhir

Perkembangan Rata-rata Bulanan Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat