Rokok di Indonesia Murah namun Dimiliki Asing dan Bahan Bakunya Masih Impor
Rokok di Indonesia termasuk yang paling murah sedunia. Dikutip dari numbeo, harga Marlboro isi 20 batang di Australia adalah yang termahal sedunia, mencapai US$28.59. Posisi kedua adalah Selandia Baru dimana harga rokok yang sama mencapai $24,36. Posisi ketiga adalah Norwegia ($15,79), Irlandia ($15,78), dan Inggris ($15,33). Sementara negara dengan harga rokok termurah adalah Nigeria ($1), Kazakhstan ($1,12) dan Belarus ($1,23) (Gambar 1).
Indonesia berada di peringkat 96 dunia dengan harga rokok Marlboro 20 batang mencapai $2,09. Di kawasan ASEAN, harga rokok termahal ada di Singapura ($10,34) kemudian disusul Thailand ($4,2) dan Malaysia ($4,19).
Murahnya harga rokok menyebabkan konsumsi rokok di Indonesia yang tergolong tinggi, mencapai 1.675 batang rokok per orang per tahun (Gambar 2).
Gambar 2. The Countries That Dispose of the Most Cigarette Butts. Sumber: vividmapsPrevalensi Merokok
Murahnya harga rokok juga berkontribusi pada prevalensi merokok Indonesia. Pada tahun 2018, sebanyak 37,9% dari penduduk Indonesia adalah perokok. Bila dilihat lebih dalam lagi, prevalensi merokok antara pria dan wanita adalah 70.50% dan 5.30%.
Tingginya prevalensi ini menyebabkan berbagai masalah berkaitan dengan konsumsi rokok.
Rokok merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi di Indonesia setelah darah tinggi dan gula darah (Gambar 3).

Gambar 3. Number of deaths by risk factor, Indonesia, 2019. Source: https://ourworldindata.org/smoking
Pada tahun 2019, kematian akibat rokok di Indonesia mencapai 246.539 jiwa. Mirisnya, terdapat juga 52.555 kematian karena second hand smoke atau perokok pasif.
Gambar 4. Death rate from smoking, 2019. Sumber: https://ourworldindata.org/smoking
Kematian akibat rokok di Indonesia juga tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada tahun 2019, terdapat 126,16 kematian karena rokok di Indonesia untuk setiap 100.000 penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding negara-negara di Amerika dan Eropa, apalagi dibanding negara-negara yang menetapkan harga rokok mahal seperti Australia (44,66 kematian tiap 100.000 penduduk) , Selandia Baru (59,34), dan Norwegia (48,96) (Gambar 3).
Dampak Negatif Rokok
Rokok membawa setidaknya lima dampak negatif.
Pertama, rokok menyebabkan berbagai masalah kesehatan melalui bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya, baik untuk perokok aktif maupun perokok pasif. Rokok juga membawa masalah sampah puntung rokok yang yang terbuang sembarangan serta bara api rokok yang bisa membahayakan keselamatan orang lain.
Kedua, rokok berkontribusi pada kemiskinan. BPS menyebut rokok adalah kontributor terbesar kemiskinan kedua di Indonesia (lihat infonya di sini). Jamak ditemui para perokok yang lebih memilih membeli rokok daripada membeli bahan makanan yang lebih bergizi.
Ketiga, rokok menyebabkan kecanduan atau adiksi yang membuat perokok tidak serta merta bisa berhenti atau mengurangi konsumsi rokok secara drastis. Permintaan rokok akan menjadi inelastis dimana kenaikan harga rokok tidak berpengaruh banyak pada penurunan permintaan.
Keempat, komposisi kepemilikan perusahaan-perusahaan rokok besar di Indonesia ternyata dimiliki oleh asing, seperti Sampoerna yang dimiliki oleh Philip Morris Indonesia dan Bentoel yang dimiliki oleh British American Tobacco. Artinya konsumsi rokok, yang dibeli dengan uang dari konsumen dalam negeri, justru menguntungkan pemilik usaha yang berada di luar negeri. Mirisnya, perusahaan-perusahaan rokok besar dapat dengan mudah mengatur jumlah produksi untuk tujuan mendapat cukai murah yang kemudian dapat membuat persaingan tidak sehat dengan pabrik rokok yang lebih kecil.
Kelima, para petani tembakau di Indonesia juga berada di posisi sulit untuk menaikkan tingkat kesejahteraan karena harga hasil panen mereka ditentukan sepenuhnya oleh pabrik atau gudang rokok sebagai satu-satunya pasar bagi hasil panen mereka.
Dikutip dari laporan yang dirilis oleh TCSC-IAKMI, "Dua dari tiga buruh tani tembakau ingin mencari pekerjaan lain. Petani pemilik lahan tembakau yang ingin beralih usaha juga cukup besar (64%) karena tanaman tembakau memerlukan waktu, perawatan intensif, dan mudah terserang hama.
Dibandingkan dengan hasil tanaman lain, petani tembakau memiliki rata-rata upah terendah setelah coklat, dan kurang lebih separuh upah petani tebu. Penghasilan per bulan petani tembakau (2004) adalah Rp.95 ribu atau 30% rata-rata upah nasional sebesar Rp.288 ribu.
Posisi tawar petani sebagai produsen dan suplier daun tembakau sangatlah lemah. Mereka tak punya pilihan lain kecuali menerima harga yang ditentukan pembeli"
Lebih ironis lagi, pabrik rokok bisa dengan mudah mendatangkan tembakau dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan produksinya.
Tabel 1. Impor Tembakau Menurut Negara Asal Utama, 2010-2020.
https://www.suarainvestor.com/asing-kuasai-industri-rokok-impor-tembakau-jadi-andalan/
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190903/12/1144264/perusahaan-asing-diketahui-membayar-cukai-rokok-murah
https://faisalbasri.com/2020/02/12/slogannya-sdm-unggul-indonesia-maju-tapi-membiarkan-indonesia-surga-bagi-industri-rokok/
http://tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2012/08/Fact_Sheet_Industri_Rokok_di_Indonesia.pdf
https://tobacconomics.org/uploads/Analisis%20usaha%20tani%20tembakau%20-%202020.pdf
https://m.antaranews.com/berita/2798609/merokok-dapat-sebabkan-masalah-kesehatan-mata?utm_source=antaranews&utm_medium=mobile&utm_campaign=top_category_home
https://pebs-febui.org/wp-content/uploads/2021/06/Pengendalian-tembakau-vs-impor-tembakau.pdf