Pelayanan Publik Gratis atau Berbayar?



Angkutan Kota Gratis di Banyuwangi 

Adanya fasilitas angkutan kota (angkot) gratis dapat menarik minat warga untuk berpergian menggunakan moda transportasi ini karena dapat menghemat pengeluaran untuk biaya transportasi. Begitu juga dengan fasilitas parkir gratis juga dapat mengurangi beban biaya parkir pengguna. 

Namun, apakah pelayanan gratis tersebut justru tidak membuat orang betah parkir berlama-lama atau membuat orang naik angkot hanya untuk menghabiskan waktu luang saja? Ataukah meski gratis, orang-orang tetap enggan memanfaatkannya?

Pelayanan transportasi umum dan perparkiran adalah salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.   

Secara garis besar, terdapat tiga jenis pelayanan publik. Pertama, pelayanan administratif seperti pelayanan dokumen kependudukan (KTP, KK, IMB, paspor). Kedua, pelayanan barang yang menghasilkan berbagai bentuk dan jenis barang kebutuhan masyarakat seperti listrik, air bersih, dan pembuangan limbah cair. Ketiga, pelayanan jasa seperti pendidikan, transportasi, dan perparkiran. 

Pelayanan publik berbeda dengan barang publik dimana barang publik berarti barang yang memiliki sifat tanpa persaingan ekonomi dan tanpa kekhususan konsumen. Ini berarti bahwa konsumsi atas barang publik oleh suatu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lainnya. Berbagai contoh barang publik adalah udara, cahaya matahari, papan marka jalan, lampu lalu lintas, dan pertahanan nasional. 

Barang publik harus tersedia gratis bagi masyarakat. Sebaliknya, pelayanan publik boleh menerapkan tarif bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan tersebut. 

Layanan berbayar ini juga sekaligus untuk mengontrol penggunaan, terutama di pelayanan publik berupa jasa, dimana pelayanan gratis akan menarik terlalu banyak pengguna yang berpotensi menurunkan tingkat kepuasan pengguna, seperti dalam hal kepadatan, ketidaknyamanan, dan sebagainya. 

Ini juga untuk mengatasi free rider, yakni mereka yang memanfaatkan pelayanan publik hanya untuk memenuhi kesenangan mereka sendiri dan berpotensi membatasi atau menghalangi mereka yang benar-benar butuh untuk mengakses layanan tersebut.

Contoh free rider adalah saat angkutan kota gratis maka orang akan memanfaatkannya untuk berjalan keliling kota hanya untuk mengisi waktu luang bahkan dengan frekuensi dan durasi perjalanan tinggi. Hal ini akan mengurangi kapasitas angkutan kota bagi mereka yang benar-benar membutuhkan angkutan untuk kerja, sekolah, belanja, dan sebagainya.



Contoh free rider lainnya adalah adanya parkir gratis dapat membuat pengendara berlama-lama memarkirkan kendaraannya atau dengan frekuensi yang sering dan tanpa ada kepentingan yang mendesak sehingga membuat tempat parkir senantiasa penuh dan menghalangi orang lain yang ingin parkir di tempat tersebut.

Insentif Bagi Transportasi Umum dan Perparkiran
Pelayanan publik dapat pula disertai dengan insentif untuk menarik orang untuk menggunakan jasa tersebut yang memenuhi kriteria tertentu, seperti gratis dalam durasi waktu tertentu, gratis dalam jangkauan jarak tertentu, atau gratis dalam volume tertentu. Bila pengguna telah melewati batasan-batasan tersebut, maka ia harus membayar.

Maka untuk layanan angkutan kota tadi, bisa ada tarif gratis dalam kawasan pusat kota (central business district/ CBD) atau potongan harga bagi anak-anak dan lansia, atau potongan harga tiap akhir pekan dan hari libur.

Dalam kasus parkir, bisa pula ada kebijakan parkir gratis untuk 1 jam pertama, atau parkir gratis untuk jam-jam tertentu (misalnya tiap hari jam 18.00-06.00), atau parkir gratis tiap hari tertentu (misalnya setiap akhir pekan dan hari libur). 

Pelayanan publik juga tidak boleh diskriminatif, yang berarti tidak boleh membedakan seseorang berdasarkan identitas, profil, atau karakteristik tertentu yang melekat sejak lahir atau yang dipilihnya saat ia memasuki usia dewasa.

Contohnya dalam angkutan kota tadi, pemberian potongan tarif angkutan tidak boleh berlaku hanya bagi warga kota sendiri sementara warga luar kota harus membayar tarif penuh. Contoh di aspek perparkiran yakni tidak boleh ada potongan tarif parkir hanya bagi kendaraan dengan plat nomor tertentu sendiri atau potongan harga bagi kendaraaan dengan kapasitas mesin tertentu.

Meningkatkan Kualitas Layanan 
Sebagai pelayanan publik, layanan perparkiran umum di Indonesia diatur oleh pemerintah kabupaten/ kota dengan kepemilikan lahan milik publik dan lahan milik swasta. Dalam pengelolaannya, swasta diberi kewenangan untuk mengatur dan memungut retribusi parkir, termasuk mengelola parkir di lahan milik publik, dengan proporsi tertentu akan diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sebagai bentuk pendapatan daerah. 

Pelayanan perparkiran ini tidak lepas dari masalah tidak optimalnya penerimaan pendapatan daerah dari sektor ini karena realisasi penerimaan yang lebih rendah dari target parkir, terbatasnya sumber daya, serta adanya kebocoran karena adanya petugas parkir tidak resmi.  

Sementara untuk layanan angkutan kota, hanya di beberapa kota besar saja yang pemerintah daerahnya memiliki layanan transportasi umum perkotaan terintegrasi yang dikelola oleh pemerintah, seperti TransJakarta dan TransJogja. Sementara daerah-daerah lain di Indonesia, transportasi umum diregulasi oleh pemerintah namun dijalankan oleh swasta. Karena swasta yang mengelola, maka terjadi orientasi untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin; saat pendapatan lebih kecil dari pengeluaran maka akan terjadi penurunan kualitas dan kuantitas layanan atau bahkan penghentian layanan.

Kedua aspek di atas harus dikelola oleh pemerintah secara optimal. Kelemahan-kelemahan dalam regulasi dan operasional perparkiran dan transportasi umum harus dibenahi. 

Bisa pula ditambahkan dengan pemanfaatan aspek teknologi untuk menekan kebocoran serta menaikkan reliabilitas pelayanan karena minimalnya penggunaan tenaga manual manusia yang rentan human error

Perlu juga mengembangkan pola kerjasama atau pola alih daya (oursourcing) agar sumber daya pemerintah tidak habis untuk pengadaan dan sekaligus juga agar dapat memberdayakan sumber daya swasta yang sudah ada, dengan regulasi ketat dalam rangka mencapai standar minimum layanan tertentu. 

Maka, kita tidak boleh menggratiskan semua pelayanan publik yang seharusnya berbayar tanpa ada orientasi untuk meningkatkan kualitas layanan. 

Untuk angkutan umum, peremajaan dan perawatan kendaraan secara terus menerus menjadi tidak terelakkan karena menyangkut nyawa penumpang dan pengguna jalan lain. Perlu juga ada jadwal kedatangan dan keberangkatan yang dapat diakses real time agar mereka dapat merencanakan perjalanan dengan baik serta mengurangi kegelisahan penumpang karena menunggu terlalu lama tanpa ada kejelasan. Juga perlu penggunaan teknologi untuk mempermudah transaksi pembayaran. 

Untuk layanan perparkiran, perlu ada parkir offstreet (yang berbayar) agar dapat menampung lebih banyak kendaraan serta mengurangi parkir onstreet (agar jalanan tidak menjadi tempat parkir). Juga perlu penggunaan teknologi untuk kemudahan pembayaran dan pembayaran denda (bila ada). 

Dengan demikian, meski harus membayar untuk memanfaatkan pelayanan publik, kepuasan masyarakat dapat tetap terjaga karena adanya peningkatan kualitas layanan. 


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Innovation-Driven Economic Development for Inclusive Well-being: Assessing Household Resilience to Economic Shocks

IFLS: Mencari Variabel

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

"The Role of Microeconomics and Macroeconomics in Development"

KKN di Desa Penari