Subisidi untuk Hunian Sewa, a Loophole?


Pemerintah harus memastikan setiap warganya memiliki hunian sendiri karena memiliki hunian merupakan kebutuhan pokok dan merupakan hak setiap orang; bahkan bersama sejak awal konsep kebutuhan pokok terdiri dari tiga yakni sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (hunian). 

Selain itu, orang atau keluarga yang memiliki hunian sendiri akan mendapat keuntungan lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki hunian sendiri yakni dapat menikmati nilai properti yang naik dari tahun ke tahun dan sekaligus memberi nilai guna bagi penggunanya. 

Intervensi pemerintah pada akses pada hunian hendaknya langsung ditujukan untuk membuat setiap orang memiliki hunian sendiri melalui penyediaan hunian yang terjangkau bagi masyarakat. Jika pemerintah memberi intervensi di sistem hunian sewa, pemerintah juga harus memastikan bahwa si pemilik hunian sewa tersebut adalah pemerintah sendiri. 

Subsidi Hunian Sewa

Mereka yang berada di awal mula karir untuk memiliki rumah biasanya merupakan anak muda yang baru lulus sekolah atau kuliah, atau keluarga-keluarga muda. Kondisi keuangan yang masih terbatas, karir/tempat kerja yang masih berpindah-pindah, atau kebutuhan keluarga yang menyedot banyak pengeluaran membuat pilihan memiliki hunian sendiri semakin sedikit. 

Maka, pilihan sewa rumah bisa menjadi alternatif. 

Dalam situasi sewa menyewa hunian, si penyewa akan berhadapan dengan pemilik properti sewa, serta dalam beberapa kasus ada agen properti—jika pemilik hunian menggunakan jasa agen properti untuk memasarkan propertinya.

Pada situasi harga properti yang tidak terjangkau, hunian sewa menjadi pilihan terbaik bagi masyarakat untuk mendapat tempat tinggal.

Banyaknya pemilik properti sewa ini juga menjadi indikasi semakin tidak terjangkaunya harga hunian.

Ada tiga pandangan terhadap para pemilik properti sewa ini. Kubu pertama adalah yang pro terhadap para pemilik properti sewa yang menyatakan memiliki properti sewa adalah hak setiap orang karena itu merupakan hasil dari kerja keras mereka, dan untuk itu mereka layak mendapat imbalan. 

Kubu kedua adalah mereka yang menyalahkan para pemilik properti sewa ini dengan alasan ketidakadilan. Bagaimana bisa satu orang bisa punya portofolio properti sewa yang beraneka ragam semantara ada banyak orang lain yang tidak mampu menyewa hunian yang layak?

Kubu ketiga adalah berusaha melihat lebih luas dengan beranggapan tidak ada yang salah dengan para investor atau pemilik properti sewa; yang salah adalah saat banyak orang yang tidak mampu membeli rumah. 

Sumber masalah tentang properti sewa ini bukan terletak pada investor atau pemilik hunian sewa, namun  terletak pada ketidakmampuan penyewa untuk memiliki hunian sendiri. 

Hal ini bisa terjadi karena ada banyak hambatan bagi masyarakat untuk memiliki hunian sendiri seperti inflasi tinggi sehingga harga barang semakin mahal, upah rendah dan biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak uang yang bisa disisihkan individu atau keluarga untuk membeli hunian, serta proses kredit yang rumit.

Maka, subsidi hunian sewa merupakan jalan pintas bagi pemerintah untuk memampukan masyarakat tinggal di hunian yang layak. Pada skema subsidi bagi hunian sewa, pemerintah memberi uang kepada individu atau keluarga yang membutuhkan hunian, yang kemudian uangnya digunakan untuk membayar sewa hunian. 

Di sini, ada potensi loophole jika pemerintah memberi subsidi langsung kepada masyarakat agar uangnya bisa dipakai untuk membayar sewa hunian—yang notabene dimiliki oleh perorangan atau korporasi swasta

Cambridge Dictionary mendefinisikan loophole sebagai "a small mistake in an agreement or law that gives someone the chance to avoid having to do something". Dalam bahasa Indonesia, loophole mirip padanan kata jalan keluar atau jalan untuk lari/lolos/menerobos. 

Pemilik properti sewa dan para investor akan berusaha menciptakan kondisi ketergantungan dimana penyewa akan kesulitan untuk membeli hunian sehingga mau tidak mau akan terus menerus menyewa. 

Beberapa cara yang mungkin dicapai adalah mendorong kenaikan harga properti secara masif sehingga harga properti menjadi semakin tidak terjangkau bagi masyarakat kebanyakan. Cara lain adalah memastikan biaya konstruksi yang mahal dengan regulasi yang kompleks sehingga masyarakat akan harus berpikir berulangkali untuk membangun properti sendiri, meski di tanah milik sendiri atau warisan. 

Dengan demikian, subsidi—yang uangnya berasal dari pajak masyarakat—bisa menjadi loophole karena menjadi garansi pendapatan (guaranteed income) bagi para pemilik properti sewa dan para investor.

Pemerintah sebagai investor 

Maka, akan lebih baik bagi pemerintah untuk bersikap sebagai regulator dan sekaligus sebagai pemilik properti sewa. 

Sebagai regulator, pemerintah harus bisa mempengaruhi permintaan dan penawaran akan hunian. Pemerintah harus bisa mengontrol pertumbuhan jumlah penduduk, karena sebanyak apapun penawaran akan hunian, namun saat jumlah penduduk bertambah tidak terkendali tetap tidak akan mampu diatasi oleh penawaran. 

Pemerintah juga bertindak sebagai pemilik hunian sewa yang menyewakan properti miliknya ke masyarakat. Karena juga merupakan institusi publik, pemerintah tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun bisnis sewa juga bisa diarahkan untuk mengatasi berbagai persoalan publik seperti meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan serta mengurangi kesenjangan kaya dan miskin. 

Terlebih, fungsi pelayanan publik membuat pemerintah bisa masuk ke wilayah-wilayah dimana korporasi swasta enggan masuk enggan masuk karena pangsa pasar yang kecil atau memberi memberi profit rendah. 

Penutup

Subsidi hunian merupakan jalan pintas bagi pemerintah untuk memampukan masyarakat tinggal di hunian yang layak yang berpotensi menimbulkan loophole dan hanya menguntungkan segelintir kelompok masyarakat. Pemerintah harus bertindak lebih luas lagi sebagai regulator dan pemilik hunian sewa agar semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk tinggal di hunian yang layak.


(Thomas Soseco)

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

KKN di Desa Penari

Palma Ratio Indonesia

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?