Miskin tapi Standar Hidup Tinggi



Kaya dan miskin itu relatif. Tapi standar hidup itu absolut.


 The Legatum Prosperity Index menunjukkan tingkat kemakmuran antar negara. Indeks ini disusun dari 12 pilar kemakmuran yang tergabung dalam tiga domain, yakni inclusive societies (masyarakat yang inklusif), open economies (ekonomi yang terbuka), dan empowered people (masyarakat yang terberdayakan). Total ada 294 indikator yang dipakai sehingga menjadi sebuah indeks.


Website Legatum Prosperity Index memungkinkan pengguna untuk melihat kondisi domain, pilar, dan elemen untuk tiap negara serta membandingkannya dengan negara lain.

Pada tahun 2019, Indonesia memiliki angka indeks 60 dan berada di posisi 63 dari 167 negara. Pada tahun yang sama, New Zealand berada di peringkat 7 dengan skor 81,2. Secara umum, semua aspek menunjukkan New Zealand memiliki kondisi lebih baik dari Indonesia.



Pengamatan yang lebih spesifik di elemen material resources di pilar living condition menunjukkan kebanyakan indikator yang dimiliki di Indonesia dalam kondisi sedang atau buruk sementara sementara kebanyakan indikator New Zealand dalam kondisi baik.

Satu hal yang menarik adalah Indonesia memiliki persentase penduduk miskin di bawah garis kemiskinan nasional sebesar 10,5%, yang menjadikan Indonesia berada di peringkat 39. Pada tahun yang sama, New Zealand memiliki persentase penduduk miskin di bawah garis kemiskinan sebesar 10,9%, menjadikan New Zealand berada di peringkat 40.

Hal ini berarti orang miskin tetap ada (diukur dari persentase penduduk miskin di bawah garis kemiskinan), baik di New Zealand dan Indonesia, bahkan dengan persentase yang relatif sama.



Namun bagaimana dengan standar hidup?

Pengamatan yang lebih obyektif dengan melihat persentase penduduk yang memiliki penghasilan harian di bawah batas tertentu, misalnya $1,90, $3,20, atau $5,50.

Dengan menggunakan kriteria $1,90 per hari, persentase penduduk yang memiliki penghasilan di bawah $1,90 per hari adalah 5,7% (Indonesia) dan 1,8% (New Zealand). Sementara dengan kriteria $3,20 per hari, persentase penduduk miskin mencapai 27,3% (Indonesia) dan 2,5% (New Zealand). Terakhir, dengan kriteria $5,50 per hari, persentase penduduk miskin mencapai 58,7% (Indonesia) dan 3,9% (New Zealand).

Pengamatan dengan menggunakan indikator non-moneter yang ada di kelompok lain, seperti asupan nutrisi, ketersediaan layanan dasar, kualitas hunian, menunjukkan secara umum New Zealand memiliki peringkat lebih baik.

Hal ini berarti secara rata-rata, penduduk New Zealand memiliki standar hidup lebih tinggi dibanding Indonesia, diukur dari penghasilan yang diterima per hari maupun dari indikator-indikator non-moneter.  

Tentu saja kita tidak bisa membandingkan Indonesia dan New Zealand secara frontal karena perbedaan skala negara, perbedaan jumlah penduduk dan komposisi demografi, perbedaan kondisi geografis, ancaman eksternal, dan sebagainya.


Miskin tapi Punya Standar Hidup Tinggi

Di negara kaya (contohnya New Zealand, dengan pendapatan per kapita 2018 USD 41.616) jumlah orang miskin (diukur dari persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan nasional) relatif sama dengan negara lain yang lebih miskin (contohnya Indonesia dengan pendapatan per kapita USD 4.460). 

Namun, orang miskin di negara kaya memiliki standar hidup lebih tinggi dibanding kelompok yang sama di negara yang lebih miskin.

Hal ini berarti definisi kaya dan miskin, dilihat dari persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan nasional, merupakan ukuran yang relatif karena bergantung pada definisi miskin atau tidak miskin tersebut. 

Berbeda halnya dengan standar hidup dimana standar hidup adalah pengukuran yang absolut. Kriteria moneter (seperti penghasilan $1,90, $3,20, atau $5,50 per hari) atau non-moneter (asupan nutrisi, ketersediaan layanan dasar, kualitas hunian) menjadi kebutuhan dasar yang harus terpenuhi jika seseorang tidak mau dianggap memiliki standar hidup rendah.

Maka upaya memperbaiki nasib tidak cukup hanya dengan orientasi mengubah keadaan miskin menjadi tidak miskin, namun juga orientasi untuk meningkatkan standar hidup.

Bagi banyak orang, meningkatkan standar hidup bisa dilakukan dengan pindah ke daerah/negara lain yang memiliki standar hidup lebih tinggi. Hal ini tentu bermanfaat karena di daerah/negara tujuan, penduduk termiskinpun sudah memiliki standar hidup lebih tinggi daripada di daerah/negara asal.  

Meningkatkan Standar Hidup 

Dalam lingkup individu atau keluarga, standar hidup identik dengan daya beli. Semakin tinggi daya beli, berarti semakin banyak dan berkualitas barang dan jasa yang mampu dikonsumsi. Sehingga dikatakan standar hidup akan semakin meningkat.

Upaya untuk meningkatkan daya beli adalah dengan prinsip meningkatkan pendapatan dan/atau mengurangi pengeluaran. Kata “dan/atau” berarti ada tiga pilihan yang tersedia: meningkatkan pendapatan, mengurangi pengeluaran, atau meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran sekaligus.

Meningkatkan pendapatan bisa dengan cara memberi nilai tambah bagi setiap proses produksi, mencari pekerjaan baru yang memiliki penghasilan lebih tinggi, mencari pekerjaan sampingan, atau melakukan investasi.

Namun, pendapatan yang meningkat yang tidak diimbangi dengan pengelolaan pengeluaran yang cermat juga akan membuat peningkatan pendapatan tersebut tidak berdampak banyak. Perlu pengelolaan pengeluaran seperti mengubah gaya hidup, berhemat, serta mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.

Mengurangi pengeluaran bisa juga dengan mengontrol pertumbuhan penduduk. 

Untuk standar hidup yang sama (dengan asumsi hal-hal lain konstan), semakin sedikit jumlah anggota keluarga berarti juga total pengeluaran juga akan semakin sedikit (seperti pengeluaran untuk makan-minum, kebutuhan listrik dan air, kebutuhan pendidikan, dsb).

Dengan kata lain, keluarga yang lebih besar butuh penghasilan yang lebih banyak untuk mencapai standar hidup yang sama dengan keluarga yang lebih kecil.

Jika pernyataan ini dibalik maka dengan penghasilan yang sama (dan dengan asumsi hal-hal lain konstan), keluarga dengan jumlah anggota keluarga sedikit dapat memiliki standar hidup yang lebih tinggi dibanding keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih banyak.

(Pertanyaan bagi peneliti lain: Seberapa besar penghasilan yang dbutuhkan untuk keluarga dengan jumlah anggota keluarga besar, untuk mencapai standar hidup yang sama seperti keluarga yang lebih kecil?)

Kombinasi dua hal meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran sekaligus merupakan langkah ideal bagi setiap keluarga yang ingin meningkatkan standar hidup dan mengatasi kemiskinan. 

(Thomas Soseco) 

 

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

KKN di Desa Penari

Palma Ratio Indonesia

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?