Banyak Anak Banyak Rezeki: Dua Kelompok, Dua Hubungan yang Berbeda

Banyak anak banyak rezeki. Apakah banyak rezeki berarti juga lebih sejahtera?

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan rezeki sebagai berikut:

rezeki/re·ze·ki/ n 1 segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; 2 ki penghidupan; pendapatan (uang dan sebagainya untuk memelihara kehidupan); keuntungan; kesempatan mendapat makan;-- elang tak akan dapat (dimakan) oleh musang (burung pipit), pb setiap orang ada keuntungannya masing- masing; ada nyawa (umur) ada -- , pb selama masih hidup kita tentu masih sanggup berusaha;



Ada yang menganggap rezeki tidak harus dinilai dengan uang, karena rezeki dapat berupa badan sehat, jarang sakit, keluarga harmonis, atau hubungan sosial dengan tetangga dan rekan kerja baik.

Saya menganggap rezeki masih berupa prasyarat untuk mencapai kesejahteraan lebih baik. Rezeki adalah konsep yang abstrak, sulit diukur secara obyektif, sehingga rezeki bagi satu orang belum tentu memiliki nilai yang sama bagi orang lain.

Badan yang sehat bermanfaat untuk terus berkarya untuk kemudian dapat dijual dan mendapat penghasilan. Jarang sakit bermanfaat karena sakit berarti membuang waktu dan biaya, baik biaya riil maupun biaya peluang. Jarang sakit berarti dapat terus produktif bekerja.

Hubungan sosial baik bermanfaat untuk mendapat peluang usaha atau karir yang bagus, sehingga bisa menambah pendapatan. Keluarga yang harmonis bermanfaat agar bisa fokus dalam kerja sehingga produktivitas bertambah dan rajin mencari peluang usaha baru atau tambahan penghasilan.

Karena rezeki masih berupa konsep yang abstrak, maka kita perlu perlu alat ukur yang lebih obyektif untuk mengetahui tingkat kesejahteraan seseorang atau keluarga. Alat ukur tersebut juga membuat kita bisa membandingkan kondisi kesejahteraan antar individu, antar wilayah, atau dari waktu ke waktu.

Tiga Pendekatan dalam Mengukur Kesejahteraan

Konsep kesejahteraan dapat diukur dari aspek pendapatan, pengeluaran, atau nilai kekayaan. Konsep pendapatan dan pengeluaran banyak dipakai karena mudah untuk dihitung.

Seseorang dapat dengan gampang menyebutkan pendapatan yang diterimanya dalam satu bulan atau satu minggu. Namun, seseorang cenderung melaporkan jumlah pendapatan yang diterima lebih rendah dari yang seharusnya, atau tidak melaporkan pendapatan yang tidak rutin diterima.

Di sisi lain, menghitung pengeluaran membutuhkan usaha untuk merinci pengeluaran karena biasanya komponen pengeluaran jauh lebih banyak daripada komponen pendapatan. Mungkin juga terjadi bias karena tidak semua orang mampu mengingat rincian pengeluaran secara detil sehingga mereka cenderung melaporkan pengeluaran lebih besar dari yang seharusnya.

Tantangan lain muncul di kelompok masyarakat termiskin perihal sumber uang untuk pengeluaran sehari-hari sementara mereka bisa jadi memiliki pendapatan yang rendah atau mungkin nol. Sementara tidak memasukkan komponen pengeluaran yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat terkaya (misalnya konsumsi barang mewah atau liburan) juga membuat perhitungan pengeluaran lebih rendah dari yang seharusnya.

Terakhir, dari sisi kekayaan. Secara lebih spesifik, perlu dilihat jumlah kekayaan bersih. Kekayaan bersih berarti jumlah seluruh kekayaan kemudian dikurangi dengan hutang. Kekayaan bisa meliputi harta tidak bergerak (tanah, rumah, toko, dsb), harta bergerak (kendaraan, alat pertanian, mesin-mesin, perhiasan, perabot rumah tangga, dsb), maupun kekayaan finansial (saham, deposito, tabungan, uang tunai, dsb).

Nilai seluruh kekayaan tersebut kemudian dikurangi dengan hutang. Hutang perlu diperhitungkan karena acapkali seseorang berhutang untuk mendapatkan kekayaan (misalnya untuk membeli properti) atau untuk menutup pengeluaran (misalnya pendapatan minim namun tetap butuh uang untuk membayar kebutuhan sehari-hari).

Maka, rezeki yang banyak berarti juga seharusnya membawa tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, dalam hal ini diukur dengan tingkat kekayaan yang tinggi. Pemahaman banyak anak tidak boleh berhenti pada pernyataan banyak rezeki. Argumen banyak anak banyak rezeki perlu dikembangkan menjadi pertanyaan investigatif: bagimana kesejahteraan keluarga tersebut? Apakah bertambahnya jumlah anggota keluarga berarti juga meningkatnya kesejahteraan keluarga?

Salah satu contohnya adalah berita mengenai seorang penjaga sekolah di Solo yang memiliki 15 anak. Beritanya di sini

Rumah dinas Bandono sebagai penjaga sekolah di SDN Mijen, Jagalan Jebres
Rumah dinas Bandono sebagai penjaga sekolah di SDN Mijen, Jagalan Jebres. Sumber: Radar Solo

Penambahan jumlah anggota keluarga biasanya karena bertambahnya jumlah anak. Ini kemudian yang menjadi variabel independen dalam salah satu penelitian saya. Sementara variabel dependen adalah tingkat kekayaan bersih, yang merupakan proksi dari tingkat kesejahteraan.

Berapa Nilai Kekayaan Bersih Tiap Desil?

Saya menggunakan data IFLS untuk pengamatan atas lebih dari 5.700 keluarga di 284 kecamatan di 13 provinsi di Indonesia dengan 21 tahun pengamatan (1993-2014)Dengan membagi populasi menjadi 10 kelompok sama besar (desil) berdasarkan tingkat kekayaan bersihnya, didapatkan desil 1 (kelompok masyarakat paling miskin) hingga desil 10 (masyarakat paling kaya).

Desil 1 adalah mereka yang memiliki rata-rata kekayaan bersih Rp.-301 juta. Nilai negatif berarti jumlah hutang lebih besar dari jumlah kekayaan. Dengan kata lain, meski seseorang di desil 1 ini menjual semua kekayaannya untuk menutupi hutang, tetap saja masih ada hutang yang tidak terlunasi.

Desil 2 adalah mereka yang memiliki rata-rata kekayaan bersih Rp. 2,6 juta. Kemudian berturut-turut desil 3, 4, dan 5 adalah Rp.7,2 juta, Rp.13 juta, dan Rp. 20,4juta. Desil 6, 7, dan 8 memiliki Rp.30,2 juta, Rp. 44,4 juta, dan Rp.68 juta. Sementara desil 9 dan 10 memiliki Rp.117 juta dan Rp.6,3 miliar. Semua angka adalah nilai riil tahun konstan 2010.

Dua Kelompok, Dua Hubungan yang Berbeda

Saya menemukan bahwa hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat kekayaan bersih memiliki dua hubungan yang berbeda untuk dua kelompok yang berbeda.

Untuk kelompok pertama, yakni mereka yang paling miskin dan paling kaya, yakni desil 1, 2, dan 10, hubungan yang terjadi adalah positif. Berarti, penambahan jumlah anggota keluarga akan meningkatkan jumlah kekayaan bersih mereka. Hanya kelompok ini yang mendapat manfaat dari penambahan jumlah anggota keluarga

Sementara untuk kelompok kedua, yakni mereka yang masyarakat di desil 3-9, atau mereka yang berada di luar kelompok ekstrim di atas, hubungan yang terjadi adalah negatif.  Penambahan jumlah anggota keluarga akan mengurangi jumlah kekayaan bersih.

Pada masyarakat yang paling miskin (yakni desil 1 dan 2) penambahan jumlah anggota keluarga berarti juga adanya penambahan jumlah tenaga kerja.  Keterbatasan finansial membuat pendidikan yang tinggi menjadi jauh dari jangkauan sehingga anak-anak cepat masuk ke dunia kerja. Penelitian lain menunjukkan bahwa proporsi terbesar kepala keluarga yang tidak memiliki pendidikan formal sama sekali atau mereka yang hanya tamat SD pada umumnya berada di desil 1 sampai 3.

Anak yang tidak sekolah atau putus sekolah cenderung cepat masuk ke dunia kerja atau menikah. Mendapatkan pekerjaan berarti juga membantu ekonomi keluarga, seperti membantu biaya sekolah adik-adiknya. Selain bekerja, keputusan lain adalah menikah (dini) yang berarti juga mengurangi beban finansial orang tua.

Pada masyarakat yang paling kaya (desil 10), penambahan jumlah anggota keluarga berarti ada lebih banyak individu yang dapat dipercaya dan diharapkan untuk meneruskan usaha orang tua. Orang tua juga akan berpeluang melakukan ekspansi usaha karena adanya pernikahan anak-anaknya. Biasanya anak-anak juga akan mendapat pasangan dari keluarga yang memiliki profil sosial ekonomi yang sama atau tidak terpaut jauh.

Sementara pada desil 3 sampai 9, penambahan anggota keluarga justru akan mengurangi jumlah kekayaan bersih. Pada kelompok ini, penambahan jumlah anggota keluarga berarti juga penambahan pengeluaran dan seringkali tidak mampu diikuti dengan penambahan pendapatan. Sebagai contoh, idealnya setiap anak mendapat kamar tidur pribadi. Namun, orang tua tidak langsung bisa serta merta membeli rumah yang lebih besar (dengan jumlah kamar tidur yang lebih banyak) seiring dengan pertambahan jumlah anak.

Pada keluarga kelas pekerja, ukuran keluarga yang terlalu besar akan membatasi karir yang seharusnya bisa dicapai jika pekerja tersebut memiliki keluarga kecil. Contohnya, pekerja dengan ukuran keluarga yang besar akan berpikir lebih panjang untuk menerima tawaran pindah tempat tugas (mutasi) jika harus sekaligus membawa serta seluruh anggota keluarganya.

Epilog

Dua kelompok masyarakat memiliki respon yang berbeda terhadap penambahan jumlah anggota keluarga. Hanya kelompok masyarakat yang paling miskin atau paling kaya yang mendapat manfaat dari pertambahan anggota keluarga. Bagi kelompok masyarakat yang bukan tergolong kedua kelompok tadi, argumen terbaik untuk meningkatkan akumulasi kekayaan bersih adalah menahan laju pertambahan anggota keluarga

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

KKN di Desa Penari

Palma Ratio Indonesia

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?