Mengatasi Masalah dan Gizi Buruk di Papua: Tingkatkan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan

Media Indonesia, 24 Januari 2018 


Sumber: https://issuu.com/saortua/docs/mediaindonesia-24-01-2018-240120180

Mencermati data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua dan membandingkannya dengan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) provinsi tersebut menunjukkan ada sesuatu yang tidak sinkron. 

PDRB menunjukkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan di satu wilayah dalam kurun waktu tertentu, baik oleh faktor-faktor produksi setempat atau asing. Semakin tinggi PDRB menunjukkan kapasitas perekonomian di daerah tersebut. 

Sementara IPM menunjukkan kualitas hidup penduduk yang ada di satu wilayah. 

Nilai IPM tersusun dari komponen pendidikan (diukur rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah), kesehatan (dilihat dari usia harapan hidup), dan standar hidup (diukur dari produk nasional bruto per kapita). Semakin tinggi IPM menunjukkan kualitas kesehatan, pendidikan, dan perekonomian masyarakat semakin baik.

Data BPS tahun 2016 menunjukkan bahwa PDRB Papua adalah 142,47 triliun rupiah. Jika dibagi rata untuk seluruh penduduk Papua yang berjumlah sekitar 3,6 juta jiwa, maka tiap orang rata-rata mendapat 55,61 juta rupiah. Ini jumlah yang sangat banyak. 

Namun, bila dilihat dari kualitas hidup penduduknya, Papua tergolong paling rendah di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari nilai IPM Papua pada tahun 2016 sebesar 0,58, jauh lebih rendah daripada rata-rata IPM Indonesia pada tahun tersebut sebesar 0,70.

Hal ini menunjukkan perekonomian Papua maju (dilihat dari besarnya nilai barang yang dihasilkan) namun hasil-hasil produksi alam Papua tidak banyak yang kembali lagi ke masyarakat setempat. 

Karena konsep PDRB meliputi faktor-faktor produksi milik lokal dan asing, maka dapat diduga keuntungan atas hasil-hasil alam Papua kebanyakan dikirim ke daerah lain atau negara lain. Dan ini adalah karakteristik daerah-daerah yang kaya sumber daya alam. 

Karena pengelolaan sumber daya alam membutuhkan alat-alat dan teknologi canggih, maka akan ada banyak investor dari luar daerah atau luar negeri yang datang untuk mengekspoitasi sumber daya alam daerah tersebut. 

Meski ada kontribusi perusahaan kepada pemerintah setempat, namun tentu saja proporsi terbesar keuntungan akan dikirim ke kantor pusat perusahaan tersebut.

Hingga kini dampak nyata yang dapat dilihat adalah—meski di atas kertas pendapatan per kapita masyarakat Papua tergolong tinggi—ternyata kualitas pendidikan dan kesehatan mereka masih sangat rendah. 

Ditambah lagi, adanya masalah kesehatan dan gizi buruk di awal tahun 2018 ini menjadi bukti nyata bahwa masalah di masyarakat seperti gunung es. Terlihat di puncaknya saja, tapi bisa jadi ada masalah yang lebih kronis di Papua.

Masalah gizi buruk selain disebabkan oleh kesulitan ekonomi juga disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang dimiliki orang tua tentang nutrisi. Hal ini diperparah dengan tidak adanya intervensi dari pihak luar untuk memberi informasi kepada keluarga tersebut. 

Saat anak sudah dalam kondisi berbulan-bulan tanpa nutrisi memadai, pada hakikatnya mereka semakin dekat dengan kematian.

Solusinya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan di Papua. Membangun infrastuktur jalan, telekomunikasi, bangunan sekolah, puskesmas, atau rumah sakit relatif di provinsi dengan luas wilayah lebih dari 300 ribu kilometer persegi seharusnya dapat dengan mudah dan cepat dilaksanakan. 

Tapi tantangan yang sebenarnya adalah perlunya banyak pengajar dan tenaga kesehatan yang siap bertugas di Papua. Gedung sekolah menjadi percuma jika tak ada guru. Puskesmas dan rumah sakit menjadi tidak ada artinya jika tidak ada dokter, perawat, atau bidan yang siap siaga.

Maka, Papua butuh lebih banyak sumber daya manusia yang siap ditempatkan di lokasi-lokasi terpencil. Pada saat yang sama, anak-anak muda Papua harus didorong untuk mendapatkan pendidikan tinggi agar mereka kelak dapat kembali membangun kampung halamannya sendiri. 

Alam Papua memang penuh tantangan. Berbagai kendala yang muncul seharusnya tidak boleh menjadi penghalang bahwa Papua tidak boleh dibiarkan tertinggal; karena Papua adalah juga bagian dari Indonesia.

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Palma Ratio Indonesia

KKN di Desa Penari

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?

Robustness Check