Indonesia Rawan Pangan
Media Indonesia. Senin 25 Oktober 2010
Para petani di negeri ini tidak malas. Coba lihat, mereka bekerja seharian penuh di sawah. Mereka yang tercekik oleh mahalnya harga benih dan pupuk.
Dan lihatlah mereka yang mesti menanggung mahalnya ongkos transportasi. Tapi mereka tetap terus bekerja, meski dengan imbalan yang tidak sepadan.
(Thomas Soseco)

Para petani di negeri ini tidak malas. Coba lihat, mereka bekerja seharian penuh di sawah. Mereka yang tercekik oleh mahalnya harga benih dan pupuk.
Dan lihatlah mereka yang mesti menanggung mahalnya ongkos transportasi. Tapi mereka tetap terus bekerja, meski dengan imbalan yang tidak sepadan.
Mereka adalah orang – orang yang mulia, menyediakan makanan bagi kita.
Nasi, sayur, buah, ikan, daging, telur, semuanya tersedia di meja makan kita karena hasil jerih payah mereka.
Mereka bekerja tidak hanya untuk mendapat penghasilan, tapi agar kita semua bisa makan.
Tapi lihatlah apa imbalan yang mereka peroleh? Tanda jasa? Fasilitas perumahan? Gaji tinggi? Jalan – jalan ke luar negeri? Tidak, sama sekali tidak.
Pun mereka tidak minta macam – macam. Mereka hanya minta, tolong lebih hargai kami.
Nasi, sayur, buah, ikan, daging, telur, semuanya tersedia di meja makan kita karena hasil jerih payah mereka.
Mereka bekerja tidak hanya untuk mendapat penghasilan, tapi agar kita semua bisa makan.
Tapi lihatlah apa imbalan yang mereka peroleh? Tanda jasa? Fasilitas perumahan? Gaji tinggi? Jalan – jalan ke luar negeri? Tidak, sama sekali tidak.
Pun mereka tidak minta macam – macam. Mereka hanya minta, tolong lebih hargai kami.
Seperti lagunya Koes Plus “… orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman…”.
Lihatlah betapa kayanya Indonesia, tanahnya subur, sinar matahari melimpah, suhu hangat sepanjang tahun, air melimpah, tapi kemudian ada isu Indonesia Rawan Pangan. Tragis, sungguh tragis.
Lihatlah betapa kayanya Indonesia, tanahnya subur, sinar matahari melimpah, suhu hangat sepanjang tahun, air melimpah, tapi kemudian ada isu Indonesia Rawan Pangan. Tragis, sungguh tragis.
Jadi, siapa yang salah? Pemerintah yang salah, juga masyarakat.
Pemerintah terlalu menitikberatkan pembangunan pada sektor industri.
Memang benar sektor industri yang lebih memberi nilai tambah dibanding sektor lain, tapi jangan lupakan sektor pertanian yang menjadi penjamin kelangsungan hidup rakyat banyak.
Masyarakat juga salah. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka tingkat konsumsi pangannya juga semakin tinggi. Namun malangnya jenis pangan yang dikonsumsi itu kebanyakan barang impor.
Pemerintah terlalu menitikberatkan pembangunan pada sektor industri.
Memang benar sektor industri yang lebih memberi nilai tambah dibanding sektor lain, tapi jangan lupakan sektor pertanian yang menjadi penjamin kelangsungan hidup rakyat banyak.
Masyarakat juga salah. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka tingkat konsumsi pangannya juga semakin tinggi. Namun malangnya jenis pangan yang dikonsumsi itu kebanyakan barang impor.
Sektor pertanian tidak boleh ditinggalkan. Di situlah letak kekuatan sebuah negara.
Negara mana yang dianggap kuat dan powerful jika beras saja harus diimpor? Atau buah dan sayur yang harus didatangkan dari negara lain?
Untuk urusan perut, kita harus mandiri.
Negara mana yang dianggap kuat dan powerful jika beras saja harus diimpor? Atau buah dan sayur yang harus didatangkan dari negara lain?
Untuk urusan perut, kita harus mandiri.
(Thomas Soseco)