Berkeluarga adalah Pilihan Gaya Hidup (?)
Animasi Bluey, serial buatan Australia yang mengudara di ABC sejak 2018, banyak mendapat komentar positif atas kemampuannya menyajikan pola pengasuhan anak yang baik. "It has been praised by television critics for depicting a modern everyday family life, constructive parenting messages and the role of Bandit as a positive father figure".
Animasi ini menarik tidak hanya bagi para orang tua namun juga orang dewasa tanpa anak atau childless adult.
Kesadaran atas pola parenting yang baik serta orientasi peningkatan standar hidup bisa jadi juga sejalan dengan tren penurunan pertumbuhan populasi di Indonesia.
Hal ini tampak terutama di kota-kota besar dimana banyak orang yang enggan menikah atau mereka yang menikah juga cenderung enggan punya anak atau membatasi jumlah anak.
Pada titik ini, sudut pandang yang terbentuk adalah berkeluarga adalah pilihan gaya hidup. Children are an optional lifestyle choice.
Menikah dan punya anak dipandang sebagai tambahan beban keluarga dimana adanya tambahan anggota keluarga juga dianggap belum tentu membawa dampak positif pada peningkatan kualitas hidup anggota keluarga tersebut.
Bagi anggota keluarga pencari nafkah, hal ini dapat membatasi karir dan mobilitas kerja.
Menitipkan anak kepada pihak lain (pengasuh, daycare, orang tua atau kerabat) karena orang tua bekerja juga dianggap dapat mengurangi kualitas hubungan orang tua dan anak. Memasrahkan pengasuhan anak kepada pihak lain juga belum tentu menjamin terbentuknya anak yang berkualitas sama seperti yang diasuh ayah ibunya sendiri.
Salah satu cara melihat kualitas manusia adalah dengan menggunakan Intelligence Quotient (IQ). Semakin tinggi skor IQ berarti orang tersebut semakin cerdas.
Bila dilihat dari rata-rata IQ, Indonesia memiliki rata-rata IQ 78,49 yang menempatkannya di posisi bawah di antara negara-negara lain di ASEAN. Posisi ini jauh lebih rendah dibanding Myanmar (IQ 91,18), Kamboja (99,75), bahkan Singapura (105,89).
Jika IQ merupakan hasil dari kombinasi kecukupan gizi semasa bayi dalam kandungan dan setelah lahir serta kuatnya rangsangan di masa pertumbuhan hal ini berarti orang tua di negara-negara dengan IQ tinggi di atas mampu menciptakan anak dengan kualitas yang jauh lebih baik dari orang tua di Indonesia.Tentu saja, akan ada kelompok masyarakat lain yang menentang pilihan children are an optional lifestyle choice.
Namun mereka yang menentang hendaknya juga memberi argumen yang tidak hanya relevan dengan jaman mereka saja melainkan harus dapat berpikir lebih kritis karena situasi yang akan dihadapi di masa kini dan masa depan juga akan berbeda.
Perbedaan Antar Generasi
Idealnya, setiap generasi mampu mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan peningkatan standar hidup (ditandai dengan semakin banyak barang dan jasa yang mampu dibeli), semakin baiknya kualitas hidup (semakin baiknya kondisi kesehatan jasmani dan rohani), serta semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah.
Generasi muda masa kini akan mendapatkan berbagai kemudahan dengan semakin bervariasinya lapangan pekerjaan, mobilitas tenaga kerja yang semakin baik, serta pertukaran informasi yang cepat dan murah.
Namun mereka juga akan berhadapan dengan persaingan dunia tenaga kerja yang semakin meningkat, baik kompetitor dari dalam dan luar negeri maupun karena penggunaan teknologi yang semakin intensif.
Mereka juga akan menghadapi harga-harga komoditas (seperti energi, pangan, dan properti) yang lebih mahal serta ongkos yang mahal karena kemacetan dan stres di tempat kerja.
Maka dibutuhkan intervensi agar generasi muda dapat menghadapi semua tantangan tersebut, menyesuaikan dengan tipikal profil yang mereka miliki, sehingga mereka dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik dari generasi sebelumnya.
Profil Generasi Z
Fokus hendaknya diberikan pada Generasi Z, sebagai generasi yang akan segera memasuki dunia kerja saat ini, yakni yang lahir pada rentang 1997-2012 atau mereka yang sekarang berusia 11 hingga 26 tahun. Generasi ini yang menjadi merupakan penerus dari generasi sebelumnya, yakni generasi milenial, yakni mereka yang lahir pada rentang 1981-1996, atau mereka yang saat ini berusia 27-42 tahun.
The Economist mencatat, dalam hal finansial, Generasi Z akan menghadapi tantangan yang paling besar dibanding generasi-generasi sebelumnya. Secara lebih spesifik:
"On top of an inherited climate crisis, the young will have to suffer the economic consequences of a pandemic. For “Generation Z”, those born after 1997, this could mean higher rates of unemployment, lower earnings and higher taxes to pay off pandemic-era debts. Add to this unhappy list a less-noticed but no less serious problem: Generation Z’s dismal financial prospects. According to Credit Suisse’s latest global investment returns yearbook, Generation Z’s earnings from stocks and bonds will be significantly lower than those of previous generations".
Bila dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, Generasi Z yang juga berada di awal karir mereka berhadapan dengan pendapatan yang masih terbatas namun dengan paparan konsumerisme yang intensif karena adanya internet dan media sosial.
Sentuhan dengan internet dan media sosial ini juga yang berpotensi menjadi kompetitor mereka dalam dunia kerja.
Sebagai contoh, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) ChatGPT versi berbayar mulai diluncurkan, yang bisa dimanafaatkan utk membuat esai, email, koding hingga puisi.
Akan ada banyak profesi yang tenggelam karena perkembangan teknologi. Ada banyak lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga manusia yang sejatinya yang tidak perlu ada karena bisa diatasi dengan bantuan mesin dan teknologi.
Di sini, teknologi menjadi aspek krusial dalam memenangkan kompetisi di dunia kerja.
Pada saat yang sama, teknologi juga dapat menyingkirkan para pekerja dari generasi sebelumnya yang tidak aware dengan perkembangan teknologi.
Penutup
Perlu memahami generasi masa kini karena merekalah adalah masa depan sebuah bangsa. Perlu pemahaman tentang tantangan yang dihadapi serta karakteristik yang dimiliki oleh mereka sehingga generasi yang lebih tua harus bisa mencurahkan sumber daya memadai agar generasi yang lebih muda siap menghadapi masa depan, dan bukannya hanya mencetak generasi muda dan menginginkan mereka berjalan sesuai dengan kehendak generasi yang lebih tua.
Maka, bisa jadi orang-orang yang memilih untuk tidak menikah atau tidak punya anak justru telah mampu memberi ruang bagi generasi yang lebih muda untuk lebih siap berkompetisi serta membantu mereka mencapai kualitas hidup lebih baik.
Referensi
https://www.economist.com/business/2023/01/16/how-the-young-spend-their-money
https://en.wikipedia.org/wiki/Generation_Alpha
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230112121947-185-899441/openai-buat-chatgpt-versi-berbayar-apa-istimewanya