Ketahanan Pangan, Kesehatan, dan Masalah Ekonomi

Publikasi the Global Hunger Index (GHI) menunjukkan posisi Indonesia yang berada di peringkat 77 dari 129 negara di dunia. Posisi Indonesia juga lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. 

Publikasi GHI ini mengukur sejauh mana tingka kelaparan (hunger) di berbagai wilayah atau negara, terutama negara-negara miskin dan berkembang. 

Skor GHI didapatkan dari kombinasi antara empat faktor, yakni undernourishment, child stunting, child wasting, dan child mortality.

Dikutip dari website GHI, undernourishment that is the share of the population with insufficient caloric intake. Kemudian child stunting or the share of children under age five who have low height for their age, reflecting chronic undernutrition. 

Selanjutnya child wasting or the share of children under age five who have low weight for their height, reflecting acute undernutrition. Terakhir, child mortality that is the share of children who die before their fifth birthday, partly reflecting the fatal mix of inadequate nutrition and unhealthy environments.

Skor GHI menggunakan skala 1-100 dimana nilai yang lebih tinggi menunjukkan tingkat keparahan lebih tinggi. GHI juga bisa dibagi menjadi tingkat keparahannya yakni Low (0-9,9), Moderate (10,0-19,9), Serious (20,0-34,9), Alarming (35,0-49,9), dan Extremely alarming (≥ 50.0).

Terdapat 9 negara yang berada dalam kondisi Alarming menurut GHI 2022, yakni Chad, Kongo, Madagaskar, Republik Afrika Tengah, Yamen, Burundi, Somalia, Sudan Selatan, dan Republik Arab Syria. 

Sementara ada 35 negara tergolong dalam kondisi Serious (20,0-34,9), 36 negara tergolong Moderate (10,0-19,9), dan 49 negara tergolong Low (0-9,9).

Posisi Indonesia dalam GHI 2022 tegolong Moderate dengan skor GHI 17,9 dan menempatkan Indonesia di peringkat 77 dari 129 negara.

Skor Indonesia lebih baik dari GHI tahun-tahun sebelumnya, yakni 26,1 (GHI 2000), 29,1 (GHI 2007), dan 22,2 (GHI 2014).

Di kawasan ASEAN, posisi Indonesia pada tahun 2022 lebih rendah dibanding Viet Nam (dengan skor 11,9 di posisi 55), Thailand (dengan skor 12 posisi 56), Malaysia (skor 12,5 posisi 58), Filipina (skor 14,8 posisi 69), Myanmar (skor 15,6 posisi 71), dan Kamboja (skor 17,1 posisi 75) 

Meski demikian, pada periode 2000-2022, Indonesia mengalami perbaikan dalam hal indikator-indikator nutrisi GHI, seperti terlihat di Gambar 1. 

Gambar 1. Indikator Nutrisi di GHI. Sumber www.globalhungerindex.org

Pada tahun 2022, proporsi stunting in children (anak di bawah 5 tahun memiliki tinggi badan di bawah tinggi badan ideal) mencapai 30,8%. Prevalensi wasting in children (anak di bawah 5 tahun memiliki berat badan di bawah berat badan ideal) adalah 10,2%. 

Kemudian, prevalensi undernourishment atau anak yang kekurangan nutrisi di Indonesia adalah 6,5%. Terakhir, prevalensi mortality rate (tingkat kematian anak di bawah 5 tahun) mencapai 2,3%.

Kaitannya dengan Kondisi Ekonomi 

Kesehatan memiliki kaitan erat dengan kondisi ekonomi rumah tangga dan perekonomian negara. Ekonomi rumah tangga yang baik akan membawa rumah tangga tersebut ke kemampuan untuk memenuhi nutrisi dan mencari pengobatan saat sakit. 

Pada saat yang sama, perekonomian negara yang baik akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (sehingga bisa memangkas biaya kesehatan), peningkatan kualitas dan keamanan pangan (sehingga masyarakat bisa mendapatkan bahan pangan lebih berkualitas dengan harga terjangkau), dan penataan lingkungan (sehingga bisa membuat lingkungan lebih sehat dan mengurangi risiko seseorang jatuh sakit).

Saat Indonesia masih berjuang untuk mencapai kondisi lebih baik dalam hal keamanan pangan (yang ditandai dengan upaya untuk meningkatkan skor GHI), bagaimana prospek perbaikan ini seiring dengan prediksi Bank Dunia tentang potensi stagflasi yang tidak hanya melanda Indonesia melainkan juga negara-negara lain di tahun 2023?

Stagflasi adalah kondisi laju pertumbuhan ekonomi rendah dan tingkat inflasi tinggi. Hal ini disebabkan pemulihan ekonomi saat pandemi yang belum usai ditambah lagi dengan adanya krisis Rusia-Ukraina yang mendorong ketidakstabilan politik serta mempengaruhi distribusi dan harga-harga komoditas. 

Saat terjadi stagflasi, kinerja ekspor Indonesia akan melambat karena pasar dunia yang lesu sehingga akan memukul eksportir karena permintaan yang berkurang. 

Di sisi lain, beban operasional tetap harus berjalan seperti listrik, sewa gedung, dan karyawan.

Biasanya untuk mengurangi beban finansial, perusahaan akan mengurangi kapasitas produksi, mengurangi jam kerja, pemotongan gaji atau bahkan pengurangan karyawan. 

Karyawan yang mengalami pemotongan gaji, dirumahkan, atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mengalami penurunan daya beli.

Tingkat pengangguran juga akan meningkat karena pengurangan karyawan tadi atau munculnya karyawan baru yang siap kerja tapi tidak terserap pasar tenaga kerja karena perusahaan juga sedang dalam posisi tidak merekrut karyawan baru.

Inflasi yang tinggi juga mendorong bank sentral menaikkan tingkat suku bunga secara agresif. Hal ini akan mengerek suku bunga kredit sehingga membuat biaya berhutang menjadi lebih mahal. Dunia usaha semakin enggan melakukan ekspansi usaha yang dibiayai oleh hutang bank. 

Di sisi lain, bunga simpanan juga ikut naik sehingga membuat masyarakat lebih tertarik menyimpan uang di bank daripada melakukan investasi di dunia usaha.

Kombinasi antara penurunan daya beli, tingkat suku bunga tinggi, dan kinerja ekonomi yang melambat berpotensi menaikkan angka kemiskinan. 

Jika angka kemiskinan meningkat, bagaimana masyarakat bisa memiliki perhatian terhadap aspek kesehatan dan pemenuhan nutrisi?
  
Breaking the cycle

Beberapa hal perlu dilakukan untuk menciptakan rumah tangga yang memiliki kemampuan untuk bertahan di saat krisis yang ditunjukkan dengan daya beli yang tetap tinggi.  

Pertama, karena pendapatan bisa mengalami fluktuasi, maka akan lebih baik bagi rumah tangga untuk dapat terus mempertahankan daya beli dengan cara mengumpulkan aset seperti tabungan, properti, kendaraan, perhiasan, surat berharga, atau logam mulia.

Saat pendapatan menurun atau terhenti sama sekali, rumah tangga dapat mengambil simpanan untuk membiayai pengeluarannya. Rumah tangga juga dapat menjual atau mengkonversi asetnya agar mendapat uang tunai. Meski menjual aset di masa stagflasi juga tidak memberi harga terbaik, namun hal ini jauh lebih baik daripada tidak memiliki aset sama sekali.

Adanya aset juga bisa menjadi modal untuk meminjam uang. Saat pilihan terakhir adalah berhutang, maka rumah tangga bisa mendapat kepercayaan lebih tinggi dari kreditur (pemberi hutang) karena ada aset yang bisa dijaminkan.

Kedua, rumah tangga perlu berhemat dalam periode penurunan pendapatan. Prioritas pertama adalah kebutuhan pokok termasuk di dalamnya adalah mendapatkan makanan bergizi dan pemenuhan layanan kesehatan. Rumah tangga hendaknya menyesuaikan gaya hidup dengan isi dompet.  

Ketiga, dalam jangka panjang pemerintah perlu mengontrol laju pertumbuhan penduduk agar terciptakan rumah tangga kecil namun memiliki daya beli tinggi. 

Karena tambahan jumlah anggota keluarga berarti juga tambahan pengeluaran maka keluarga dengan jumlah anggota keluarga banyak akan memiliki pengeluaran lebih tinggi daripada keluarga lain dengan jumlah anggota keluarga lebih sedikit, dengan asumsi untuk mencapai standar hidup yang sama.  

Sebaliknya, dengan daya beli yang sama, keluarga dengan jumlah anggota keluarga sedikit akan memiliki standar hidup lebih tinggi dibanding keluarga lain dengan jumlah anggota keluarga lebih banyak. 

Keempat, fokus pada sumber daya lokal. Dengan menggunakan sumber daya lokal, rumah tangga juga membantu mendorong terciptanya social support karena lebih banyak usaha kecil dan usaha keluarga (family business) yang mendapat penghasilan. 

Kelima, mencari peluang baru. Ini bisa menjadi peluang usaha bagi bisnis baru untuk memenuhi kebutuhan konsumsen yang harus memenuhi kebutuhan pokok namun berhadapan dengan hambatan (constraint) daya beli yang terbatas. 

Penutup

Upaya perbaikan di sisi kecukupan pangan dan kesehatan perlu diimbangi dengan peningkatan dari sisi ekonomi yang akan mendorong kenaikan daya beli masyarakat. Indonesia masih memiliki ruang yang terbuka lebar untuk melakukan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesehatan masyarakat. 

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Palma Ratio Indonesia

KKN di Desa Penari

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?

Robustness Check