Kelompok Masyarakat Mana yang Paling Terdampak Krisis?

Sumber: The Week


Presiden Joko Widodo mengatakan, ekonomi 60 negara di dunia akan ambruk akibat terdampak pandemi dan krisis ekonomi. Perkiraan ini berdasarkan perhitungan organisasi bank dunia, dana moneter dunia (IMF), dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). 

"Angka-angkanya saya diberi tahu, ngeri kita. Bank dunia menyampaikan, IMF menyampaikan, UN PBB menyampaikan. Terakhir baru kemarin, saya mendapatkan informasi, 60 negara akan ambruk ekonominya, 42 dipastikan sudah menuju ke sana," ujar Jokowi (Sumber: Kompas)

Ekonomi ambruk bisa berujung pada status negara bangkrut. 

Apa yang terjadi jika suatu negara disebut sebagai negara bangkrut?


Definisi

Cambridge Dictionary menuliskan bankrupt sebagai adjective adalah unable to pay what you owe, and having had control of your financial matters given, by a law court, to a person who sells your property to pay your debts. 

Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan kebangkrutan/ke·bang·krut·an/ n adalah perihal (keadaan) bangkrut dari perusahaan karena tidak mampu membayar utang-utangnya dan sebagainya. 

Maka, secara garis besar, bangkrut berarti ketidakmampuan untuk membiayai pengeluarannya sendiri dan membayar hutang-hutangnya. 

Antonim (lawan kata) dari bankrut adalah mapan, atau kestabilan finansial. 

Maka, orang kaya (memiliki aset dalam jumlah besar) dikatakan bangkrut jika ia kehilangan pendapatan dan tidak mampu membayar hutang-hutangnya. Begitu juga dengan sebuah negara, saat ia mengalami penurunan pendapatan sehingga tidak mampu membiayai pengeluarannya dan membayar hutang-hutangnya, maka ada potensi bangkrut.

Tentu saja, kondisi bangkrut tidak terjadi seketika. Ada proses menuju titik tersebut. Dan fase tersebut bisa memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan, tergantung pada seberapa banyak atau gigih upaya penyelamatan dan sejauh mana upaya penyelamatan tersebut bisa memberi hasil.

Yang menjadi masalah adalah dalam fase tersebut adalah kondisi kesejahteraan di negara tersebut akan semakin menurun atau krisis (worse, deteriorated). 


Kondisi Krisis

Kondisi krisis di sebuah negara sering bermula dengan kondisi penurunan kinerja ekonomi di sebuah negara. Penyebab lainnya adalah faktor politik (baca: perebutan kekuasaan) yang membuat perekonomian menjadi mandek. Faktor eksternal juga dapat menjadi penyebab krisis, seperti tertular krisis ekonomi dari negara lain atau faktor non-ekonomi di negara lain yang menyebar ke berbagai belahan dunia (seperti wabah penyakit).  

Kondisi krisis atau deteriorated akan menyebabkan sebuah negara menghadapi kesulitan dalam hal mendorong produksi, pemenuhan konsumsi masyarakat, serta potensi krisis sosial dan politik, 

Dari sisi produksi, produsen dalam negeri akan menghadapi perlambatan laju penjualan karena lemahnya daya beli masyarakat karena karena mereka cenderung menahan laju konsumsi atau memperbesar simpanan untuk berjaga-jaga. Akan terjadi pengurangan pengurangan pegawai, penutupan perusahaan, atau pemotongan gaji. Masyarakat akan berhadapan dengan kelangkaan barang yang kemudian akan meningkatkan harga-harga.

Negara tersebut juga tidak bisa mendapatkan cukup bahan baku untuk produksi yang harus diimpor dari negara lain karena tidak punya devisa cukup untuk membiayai impor. 

Dari sisi konsumsi, negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam penyediaan berbagai komoditas impor untuk konsumsi, seperti barang teknologi tinggi, obat-obatan, bahan bakar, termasuk peralatan penunjang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampaknya, kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi dan berpotensi memunculkan pasar gelap

Dari sisi pengeluaran pemerintah, pemerintah akan mengurangi belanja negara atau menggeser alokasi belanja. Hal ini akan mengurangi kemampuan pemerintah untuk pembangunan dan belanja rutin.

Pengurangan anggaran belanja pemerintah juga membawa implikasi penurunan kualitas layanan kepada masyarakat. Akan terjadi shut down layanan pemerintahan secara bertahap, dimulai dari layanan yang tidak berhubungan langsung dengan masyarakat atau yang tidak berkaitan dengan pertahanan dan keamanan yang kemudian akan merembet ke sektor-sektor lain.

Tidak hanya di dalam negeri, pengurangan layanan juga berdampak pada perwakilan negara tersebut di negara lain sehingga warga negaranya yang berada di luar negeri tidak bisa mendapat pelayanan dan perlindungan secara maksimal.

Memburuknya kondisi ekonomi sebuah negara juga berpotensi mendorong krisis sosial dan politik. Ketimpangan akan semakin melebar dimana orang-orang kaya akan tetap mampu mempertahankan standar hidupnya sementara ada kelompok masyarakat lain yang mengalami penurunan kualitas hidup. 

Dalam hal politik, kepercayaan terhadap pemerintah mulai menurun karena masyarakat menganggap pemerintah yang berkuasa tidak memberi manfaat bagi mereka. Upaya untuk pergantian kekuasaan akan terjadi dengan frekuensi lebih sering.   


Siapa yang Paling Terdampak?

Kelompok masyarakat yang pertama kali terdampak dalam kondisi penurunan kesejahteraan negara adalah mereka yang bergantung pada subsidi (misalnya subsidi tunai, subsidi energi) dan bantuan pemerintah (bantuan pengobatan, bantuan administrasi kependudukan gratis).

Terhenti atau berkurangnya subsidi dan bantuan akan membuat mereka harus mencari jalan untuk dapat tetap memenuhi kebutuhannya yang malangnya belum tentu dapat mampu terpenuhi tanpa ada bantuan dari pemerintah.

Masyarakat lain yang terdampak adalah mereka yang terkena bencana. Keterbatasan bantuan pemerintah membuat penanganan bencana dan pemulihan kondisi pasca kejadian akan berjalan dengan lamban.

Kelompok berikutnya yang terdampak adalah kelompok masyarakat yang hidup dalam kondisi subsisten, dimana pendapatan yang diterima hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari tanpa ada cukup sisa uang untuk disimpan atau diinvestasikan.

Sedikit saja goncangan eksternal pada kelompok ini akan membuat mereka mudah jatuh miskin.

Kelompok ketiga yang terdampak adalah masyarakat yang berada jauh dari pusat pemerintahan, baik secara fisik, politis, ataupun secara sosial-ekonomi. Hal ini terjadi karena ketiadaan kedekatan dalam ketiga aspek tersebut akan membuat mereka tidak menjadi prioritas dalam pembangunan, apalagi dalam kondisi anggaran negara yang terbatas.


Indonesia dan Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi terparah di Indonesia dalam 30 tahun terakhir adalah saat krisis ekonomi 1997/1998. Krisis yang dipicu dari pelemahan mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika yang bermula dari kondisi serupa di negara-negara lainnya. Krisis ini kemudian membuka fakta rapuhnya pondasi ekonomi Indonesia yang kala itu menunjukkan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi namun ternyata sebagian besar didorong oleh barang impor. 

Dari sisi ekonomi, krisis mendorong peningkatan angka pengangguran, penutupan jumlah perusahan, kenaikan jumlah penduduk miskin, dan kenaikan angka kurang gizi. Krisis menyebabkan bertambahnya angka putus sekolah dan meningkatnya angka kriminalitas.   

Kondisi krisis juga menyebabkan pergantian kekuasaan, perubahan dalam tatanan kenegaraan, serta perombakan dalam hal hubungan pemerintah pusat dan daerah. Dalam hal politik dan sosial ekonomi, krisis menjadi titik mula pemilihan presiden, wakil presiden, dan kepala daerah secara langsung. Krisis juga membawa kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul serta pembentukan partai-partai politik.  


Mengindarkan Krisis

Agar terhindar dari krisis, dan sekaligus memiliki kekuatan untuk segera pulih jika terjadi krisis, sebuah negara perlu hal-hal berikut:

Pertama, mendorong ekspor lebih besar dari impor. Perlu orientasi produksi dalam negeri yang berfokus pada penggunaan bahan baku dalam negeri. Barang impor yang digunakan untuk konsumsi masyarakat juga harus semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya produk dalam negeri yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, peningkatan produksi dan kualitas produk dalam negeri juga berpeluang untuk dijual ke negara-negara lain.

Kedua, menaikkan daya beli masyarakat. Orientasinya bukan menghasilkan barang dengan harga murah melainkan masyarakat yang memiliki daya beli. Akan sia-sia jika harga barang murah namun tetap tidak terjangkau masyarakat. 

Ketiga, menciptakan sistem politik yang stabil. Kegaduhan politik akan menyedot energi dan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, menciptakan masyarakat yang sehat dengan cukup nutrisi, menghindari perilaku hidup tidak sehat, serta rajin berolahraga. Hal ini dapat menghindarkan masyarakat terus menerus menyedot anggaran kesehatan, baik untuk tingkat rumah tangga atau negara, karena tingkat kesehatan yang buruk.

Kelima, menciptakan masyarakat yang tahan krisis (resilience) dalam artian memiliki cukup simpanan saat terjadi penurunan pendapatan, cukup aset agar bisa dikonversi ke uang tunai, orientasi keluarga kecil agar pengeluaran rumah tangga juga rendah, dan fokus pada kualitas sumber daya manusia untuk membuka peluang fleksibilitas mobilitas tenaga kerja (mudah pindah ke daerah lain atau negara lain).    


Penutup

Tentu saja, bagi sebuah negara, krisis tidak perlu terjadi. Perlu upaya agar negara terhindar dari krisis. Dan perlu juga upaya agar negara tersebut memiliki kemampuan untuk cepat keluar dari krisis. 


Referensi

https://kbbi.web.id/bangkrut

https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/bankrupt

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220622120146-532-812079/memahami-arti-bangkrut-yang-sekarang-menimpa-sri-lanka

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Economic Complexity Index: Indonesia

Innovation-Driven Economic Development for Inclusive Well-being: Assessing Household Resilience to Economic Shocks

Dua Sisi #KaburAjaDulu

Robustness Check

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Publikasi Ilmiah bagi Mahasiswa: Urgensi, Tantangan, dan Solusi