Kecelakaan Lalu Lintas itu "Preventable"
Operasi ini sejatinya bersifat pengingat bagi pengendara untuk senantiasa tertib aturan serta bersifat preventif untuk mencegah kerugian yang lebih besar karena adanya kecelakaan lalu lintas.
Dikutip dari voi.id, berdasarkan data Korlantas Polri, terdapat peningkatan angka kecelakaan sepanjang 2020-2021 mencapai 103.645 kasus. Meskipun dalam periode tersebut, pandemi sedang berlangsung dan angka kecelakaan menurun.
Kejadian kecelakaan menewaskan hingga 25.266 korban jiwa dengan kerugian materi mencapai Rp246 miliar. Kerugian tersebut juga mencakup penanganan korban luka ringan sebanyak 117.913 orang dan korban luka berat sebanyak 10.553 orang.
Kecelakaan lalu lintas paling tinggi terjadi di kendaraan sepeda motor sebanyak 73%, disusul angkutan barang (12%), angkutan orang (8%), mobil penumpang (3%) dan kendaraan tidak bermotor (2%).
Lebih lanjut, dikutip dari kabarinspirasi.com, dari seluruh kecelakaan lalu lintas yang terjadi, mayoritas korban berada di usia produktif 30-49 tahun (37.354 orang), kemudian rentang 20-29 tahun (32.473 orang), lebih 50 tahun (31.060 orang), usia 10-19 tahun (28.522 orang), dan 0-9 tahun (6.253 orang)
Kecelakaan Lalu Lintas itu Preventable
Perbandingan antar negara menunjukkan tingkat kematian karena kecelakaan lalu lintas lebih marak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang bila dibandingkan dengan negara-negara maju, seperti terlihat pada peta WHO di Gambar 1.
Gambar 1. Deaths on the Road. Sumber: WHO
Tingginya tingkat kematian karena kecelakaan lalu lintas tersebut seharusnya bisa dicegah karena menurut publikasi Bank Dunia "The High Toll of Traffic Injuries: Unacceptable and Preventable" (2017), upaya pengurangan kerugian karena kecelakaan lalu lintas (baik berupa kerugian materi, kematian, maupun luka) dapat mendorong pertumbuhan pendapatan nasional.
Publikasi yang bersumber pada survei di lima negara berkembang (China, India, Filipina, Tanzania, and Thailand) menunjukkan tingkat kesejahteraan negara akan turun secara signifikan selama observasi 24 tahun karena kecelakaan lalu lintas akan mengurangi jumlah populasi usia produktif dan mengurangi tingkat produktivitas korban yang selamat karena luka-luka yang mereka derita berdampak pada produktivitas kerja mereka.
Kemudian, dengan menganalisis data kematian dan indikator-indikator ekonomi dari 135 negara, publikasi tersebut menunjukkan hasil bahwa secara rata-rata, pengurangan 10% dalam kematian karena kecelakaan lalu lintas dapat menaikkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar 3,6% dalam periode 24 tahun.
Ini belum termasuk kerugian secara materil karena kerusakan kendaraan (dimana usia pakai, keamanan, serta kualitas kendaraan yang berkurang drastis karena kecelakaan), kerugian karena prasana jalan yang rusak, serta energi dan waktu yang terbuang karena kemacetan dan perbaikan.
Melihat besarnya peluang keuntungan (atau setidaknya kerugian yang dapat diperkecil) yang didapat sebuah negara karena turunnya angka kecelakaan lalu lintas, maka kepatuhan berkendara menjadi tidak terelakkan.
Bagaimana Meningkatkan Kepatuhan Berkendara?
Temuan menarik disampaikan Rob McInerney, head of the International Road Assessment Programme, yang mengatakan tingkat kematian karena kecelakaan lalu lintas akan berjalan beriringan dengan fase perkembangan jalan yang ada di negara tersebut.
Pada umumnya, suatu negara akan mengalami tiga fase perkembangan jalan. Fase pertama adalah jalan yang berkualitas rendah yang memaksa arus lalu lintas berjalan lambat. Kedua, saat negara tersebut semakin makmur (kaya), kualitas jalan ditingkatkan sehingga membuat arus lalu lintas semakin cepat, yang malangnya juga meningkatkan tingkat kecelakaan lalu lintas. Ketiga, negara mememasuki tahap untuk membuat jalan semakin aman.
Pembagian ketiga tahap tersebut juga menjelaskan kenapa tren kematian karena kecelakaan lalu lintas di negara-negara maju semakin menurun pada periode 1990-2017 sementara angka kematian karena kecelakaan di negara-negara miskin dan berkembang memiliki tren meningkat pada periode yang sama (Gambar 2).
Gambar 2. Kematian Karena Kecelakaan Lalu Lintas, 19902-2017. Sumber: The Economist
Maka, upaya yang perlu dicapai untuk menurunkan tingkat kematian karena kecelakaan lalu lintas adalah mendorong tiap negara untuk memasuki tahap ketiga lebih cepat dengan berfokus pada publikasi dan data tentang dampak buruk kecelakaan.
Langkah yang perlu dilakukan tidak cukup hanya dengan meningkatkan pendidikan dan pengetahuan tentang keselamatan berkendara karena pengetahuan ini adalah keterampilan dasar wajib yang sudah harus dimiliki oleh pengendara.
Setiap pengendara sudah harus tahu bahwa, misalnya mereka wajib memakai helm saat naik sepeda motor atau pengemudi dan penumpang kendaran roda 4 atau lebih wajib menggunakan sabuk pengaman atau tidak main ponsel saat mengemudi.
Semuanya itu adalah hal-hal dasar yang harus secara otomatis terpenuhi saat seseorang berada di jalan raya. Terlebih, justru hal-hal tersebut dapat menyelamatkan nyawa mereka saat terjadi kecelakaan.
Langkah lebih lanjut adalah dengan menerapkan insentif dan disinsentif atas prilaku berkendara melalui penegakan hukum (traffic law enforcement). Pengendara—bahkan yang sudah mematuhi kelengkapan dasar berkendara—akan berusaha berprilaku patuh untuk menghindari denda tilang.
Semakin jauh prilaku pengendara dari kondisi patuh ini, apalagi pengendara yang terus menerus lalai dalam kelengkapan dasar berkendara, maka semakin besar tantangan untuk mencapai kondisi jalan yang aman bagi sesama pengguna jalan.
Penutup
Kita hendaknya terus menerus menunjukkan sikap prilaku berkendara yang baik karena dapat menyelamatkan kita dari kerugian yang lebih besar karena kecelakaan lalu lintas. Terlebih, prilaku baik ini juga menunjukkan karakteristik bangsa yang maju dan makmur dan bukannya bangsa yang miskin dan bodoh.