Jalan Tol dan Hakikat Pembangunan

Foto udara Tol Pekanbaru-Dumai di Riau. Sumber: ANTARANEWS


Pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah atau negara adalah untuk meningkatkan dampak positif (eksternalitas positif) bagi pihak-pihak terkait atau masyarakat terdampak, atau setidaknya mengurangi dampak negatif atau biaya-biaya (eksternalitas negatif) bagi masyarakat yang terdampak tersebut. 

Akan lebih baik lagi jika pembangunan mampu mencapai kedua tujuan di atas.

Sama halnya dengan pembangunan jalan bebas hambatan (jalan tol) yang masif di Indonesia beberapa tahun terakhir, ditujukan untuk meningkatkan eksternalitas positif, yakni mempersingkat waktu tempuh, mengurangi arus lalu lintas di jalan non-tol, serta memperlancar distribusi logistik. 

Di sisi lain, pembangunan jalan tol juga bertujuan mengurangi eksternalitas negatif, yakni mengurangi biaya-biaya karena kemacetan, mengurangi kelelahan di jalan karena pengemudi harus menempuh waktu yang lama, serta menurunkan risiko kecelakaan karena tingkat stres di jalan yang semakin berkurang.

Informasi mengenai jalan tol di Indonesia dapat dilihat di website Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT). Website BPJT juga menyajikan sistem informasi geografis peta jalan tol Indonesia, yang meliputi lokasi ruas tol, kelengkapan jalan tol (seperti lokasi tempat istirahat, gerbang tol), status operasional, atau bahkan status pembangunan jalan tol (yang sedang dibangun).

Sampai saat ini, terdapat 2.493,92 km jumlah tol yang beroperasi di Indonesia, yang terbagi ke dalam 66 ruas tol. Jumlah ini akan terus bertambah mengingat masih ada 30 ruas tol lain yang sedang dalam tahap konstruksi.

Salah satu ruas tol yang paling dinanti penyelesaiannya adalah ruas Probolinggo-Banyuwangi (Probowangi) di ujung timur Pulau Jawa, yang merupakan ruas terakhir dari jaringan jalan tol Trans Jawa (Gambar 1). Kelak, saat ruas tol Probowangi ini beroperasi, ujung timur dan ujung barat Pulau Jawa akan sepenuhnya tersambung dengan jalan tol. 


Gambar 1. Ruas Tol Probolinggo-Banyuwangi

Ruas tol lain yang juga dinanti adalah ruas Solo-Jogja-Bandara YIA. Juga ruas Jogja-Bawen. Kepadatan lalu lintas di wilayah ini, ajaibnya belum juga disentuh oleh pembangunan jalan tol (Gambar 2). 

Gambar 2. Ruas Solo-Jogja-Bandara YIA dan Jogja-Bawen

Untuk kawasan Jabodetabek, salah satu ruas tol yang dinanti adalah Jakarta-Cikampek II Selatan yang dapat memecah arus kendaraan di ruas tol urat nadi Jakarta-Cikampek ataupun Jakarta-Cikampek II Elevated (Gambar 3).

Gambar 3. Ruas Tol Jakarta-Cikampek II Selatan

Tentu ada banyak ruas tol lain yang juga dinanti oleh masyarakat Indonesia di berbagai daerah. Seperti jalan tol Pekanbaru-Padang yang diharapkan segera tersambung. Dan tol Trans Sumatera yang akan menghubungkan ujung selatan dan ujung utara Pulau Sumatera. Begitu juga tol Trans Kalimantan dan Trans Sulawesi.

Sama halnya dengan proses konstruksi jalan tol yang butuh waktu, pembangunan di sektor apapun juga butuh waktu yang tidak sebentar untuk merealisasikannya. 

Saat konstruksi telah selesaipun, masih butuh waktu bagi masyarakat dan pemerintah untuk merasakan dampaknya, baik kenaikan eksternalitas positif atau penurunan eksternalitas negatif.

Implikasinya, kita harus terus membangun. Dimulai sejak dini. Pembangunan juga tidak boleh terhenti. Agar kita dapat terus memetik hasilnya di kemudian hari.

Referensi:
http://gis.bpjt.pu.go.id/



Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

KKN di Desa Penari

Palma Ratio Indonesia

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?