Pandemi dan Self Relliance: Butuh Inovasi


Sumber: pixastock


Pandemi Covid-19 menyadarkan kita betapa rapuhnya saluran-saluran perdagangan internasional. Karena pandemi, produksi barang menjadi terhambat, tranportasi terhambat, dan lalu lintas manusia dan wisatawan antar negara menjadi tersendat.

Maka self relliance (bukan self sufficient)atau swasembada menjadi pilihan terbaik bagi satu negara saat ia tidak mampu mendapatkan pemasukan dari adanya transaksi dengan negara lain.

Swasembada berarti memiliki kapasitas produksi di dalam negeri yang cukup memenuhi kebutuhan sendiri. Dengan cara ini, suatu negara tidak bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, produksi suatu komoditas di dalam negeri yang lebih besar daripada kebutuhan dalam negeri akan dapat dikirim ke negara lain yang tidak/belum mampu memproduksi komoditas tersebut.

Self relliance butuh inovasi dalam hal menemukan cara-cara baru dalam berproduksi dan distribusi. Inovasi, yang dibiayai oleh sebagian pendapatan, akan dapat meningkatkan pendapatan, mengurangi pengeluaran, serta mendorong keberlanjutan (sustainability) karena kecilnya ketergantungan pada pihak asing.

Maka, sejauh mana tingkat inovasi di Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara lain? Kita bisa menjawabnya dengan melihat Global Innovation Index.


Global Innovation Index 2021 

Global Innovation Index (GII) 2021 mengukur tingkat inovasi 132 negara di dunia. Indonesia berada di posisi 87 dari 132 negara yang disurvei. Sementara negara-negara paling inovatif adalah Swiss (posisi ke-1), Swedia (2), Amerika Serikat (3), Inggris, (4), Korea Selatan (5), Belanda (6), Finlandia (7), Singapura (8), Denmark (9), dan Jerman (posisi ke-10).

Bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia berada di peringkat bawah untuk hal inovasi ini. Singapura berada pada peringkat 8, Malaysia 36, Thailand 43, Vietnam 44, Filipina 51 dan Indonesia berada pada peringkat 87

GII menghitung berbagai aspek di dalam inovasi, termasuk institusi/kelembagaan, sumber daya manusia dan penelitian, infrastruktur, kepuasan konsumen, kepuasan dunia usaha, output dalam hal pengetahuan dan teknologi, dan output dalam hal kreatifitas.

Untuk setiap aspek di atas, Indonesia berada di posisi rendah (Tabel 1). 

Tabel 1. Komponen GII Indonesia

Untuk aspek institusi, Indonesia berada di ranking 107. Untuk aspek sumber daya manusia dan penelitian, Indonesia berada di posisi 91. Sementara dalam hal infrastruktur, Indonesia berada di peringkat 68. 

Kemudian, untuk kepuasan pasar, Indonesia berada di peringkat 57. Untuk kepuasan dunia usaha, Indonesi berada di peringkat 110. 

Sementara untuk output dalam hal pengetahuan dan teknologi, Indonesia berada di posisi 74. Terakhir, untuk output dalam hal kreatifitas, Indonesia ada di peringkat 91.

Rendahnya peringkat inovasi Indonesia menimbulkan kekuatiran ketidakmampuan negara ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.


Hubungan antara Inovasi dan Pembangunan

inovasi memberi manfaat positif bagi kemakmuran sebuah negara. Semakin tinggi tingkat inovasi, yang diukur dengan Global Innovation Index, akan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan, yang diukur dengan produk domestik bruto per kapita (Gambar 1). 


Gambar 1. Hubungan Inovasi dan Pembangunan


Inovasi bisa diarahkan untuk mengurangi ketergantungan dengan negara asing, seperti dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, seperti pada Gambar 2.


Gambar 2. Green Energy. Sumber: everythingevlectric


Dengan adanya inovasi, maka suatu negara dapat mengembangkan self relliance, mendorong produksi untuk kebutuhan dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada negara asing, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan.

Jika begitu, kenapa inovasi di Indonesia seolah tidak berjalan, dilihat dari rendahnya Global Innovation Index?


Penyebab Rendahnya Inovasi di Indonesia

Menurut Mark Zachary Taylor, dikutip oleh Charil Abdini, tingkat inovasi suatu bangsa antara lain ditentukan oleh faktor kegagalan pasar, intervensi kebijakan pemerintah dan kelembagaan, jejaring sosial global, serta faktor ketidakamanan kreatif (creative insecurity).

Kegagalan pasar terjadi ketika perusahaan tidak berminat atau tidak mampu melakukan investasi di bidang riset dan pengembangan, karena hasil inovasi dengan mudah dapat ditiru oleh perusahaan lain. Selain itu, minimnya kemampuan dalam menyediakan sumber daya (talenta, finansial, peralatan, pengetahuan dan teknologi) yang dibutuhkan dalam berinovasi juga menjadi ganjalan bagi perusahaan.

Inovasi juga mahal dan berisiko tinggi. Oleh sebab itu, perusahaan cenderung memilih kegiatan bisnis dengan risiko lebih rendah seperti misalnya lisensi, perakitan, keagenan, dan pemasaran produk barang maupun jasa dari luar negeri.

Sementara itu, inovasi produk barang dan jasa luar negeri yang dipasarkan terus mengalami inovasi di negara asalnya. Akibatnya, perusahaan dalam negeri semakin jauh tertinggal untuk dapat menghasilkan produk yang setingkat.

Ketika terjadi kegagalan pasar, biasanya pemerintah melakukan intervensi kebijakan dan kelembagaan. Dalam hal ini, masalah yang dihadapi Indonesia adalah lemahnya penegakan hukum terhadap hak kekayaan intelektual, rendahnya anggaran riset, rendahnya kualitas pendidikan, belum berkembangnya universitas riset, dan kurang mendukungnya kebijakan perdagangan luar negeri.

Selain faktor kegagalan pasar dan intervensi pemerintah, peran jejaring sosial global juga penting untuk mendukung inovasi yang memberikan akses terhadap tenaga peneliti, pengetahuan, teknologi, peralatan dan dana untuk melakukan riset, dan pengembangan sponsor dari yayasan filantropi global.

Kemudian ketidakamanan kreatif sebagai penyebab mengapa suatu bangsa melakukan inovasi berarti ketidakamanan kreatif terwujud ketika ancaman eksternal baik di bidang ekonomi maupun militer lebih tinggi dibanding ketegangan domestik, sehingga pemerintah memberikan dukungan penuh dan motivasi yang kuat untuk melakukan inovasi di kedua bidang tersebut.

Sebaliknya ketika permasalahan domestik lebih dominan dibandingkan ancaman eksternal, pemerintah secara politik akan mengutamakan pengeluaran untuk pelayanan publik dibandingkan pengeluaran untuk inovasi.

Rendahnya prioritas inovasi terjadi selain karena mahal dan berisiko tinggi, pengeluaran untuk inovasi juga akan mengurangi anggaran untuk mengatasi masalah domestik seperti kemiskinan, pengangguran, pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan, pemerataan infrastruktur, subsidi perumahan, subsidi pertanian, subsidi energi, dan peningkatan kesejahteraan aparatur negara.

Gambar 3. Pengeluaran Militer Porporsi dari GDP


Lemahnya ketidakamanan kreatif Indonesia di bidang militer, ditandai dengan rendahnya proporsi pengeluaran militer terhadap produk domestik bruto, dikombinasikan dengan lemahnya ketidakamanan kreatif di bidang ekonomi yang ditandai oleh kegagalan pasar dalam inovasi, mengakibatkan rendahnya daya dorong untuk melakukan inovasi.

Perlu Inovasi

Dapat disimpulkan bahwa dalam mewujudkan inovasi, Indonesia menghadapi masalah kegagalan pasar, lemahnya implementasi kebijakan dan kelembagaan, dan lemahnya jejaring global.

Untuk itu, perlu dukungan semua pihak terutama pemerintah untuk menciptakan situasi yang mendukung inovasi. Mengutip pernyataan ekonom India Swaminathan Aiyar, ‘If you create proper conditions, sectoral winners will come up on their own’

Referensi:

https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo_pub_2000-section3.pdf

https://theconversation.com/mengapa-peringkat-inovasi-indonesia-terendah-di-antara-asean-6-176470

https://economictimes.indiatimes.com/markets/expert-view/govt-needs-to-understand-the-difference-between-self-sufficiency-and-self-reliance-swaminathan-aiyar/articleshow/76710928.cms?utm_source=contentofinterest&utm_medium=text&utm_campaign=cppst

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Palma Ratio Indonesia

KKN di Desa Penari

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?

Robustness Check