Usaha Kecil dan Resiliensi Bangsa di Kala Krisis

Pandemi Covid-19 menggeser pusat aktivitas ekonomi dari pusat kota menjadi ke pinggiran kota. Hal ini berarti juga peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terutama yang berada di pinggiran kota untuk bisa meningkatkan produksi mereka. 

Namun, saat pandemi mereda, dan perusahaan-perusahaan besar kembali bangkit, mampukah UMKM tetap terus bertahan?

Untuk itu, UMKM harus memiliki pola bisnis yang berkelanjutan atau sustainable

Prinsip ini berdasarkan pada empat pilar, yakni people, planet, profit, dan future generation. Setiap pelaku usaha perlu memperhatikan konsumen dan pengambil keputusan (stakeholders); kepuasan mereka ada tujuan utama. Namun, setiap pelaku usaha tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Baru, keuntungan atau profit merupakan hal wajar untuk dicapai. Tidak lupa, perhatian pada generasi mendatang tidak boleh diabaikan agar mereka juga dapat menikmati kepuasan yang sama dengan kepuasan yang dinikmati generasi saat ini.

Selama ini, UMKM di Indonesia lebih terfokus pada peningkatan pendapatan dan profit. Hal in dapat dilihat dari pola saling mengkopi kesuksesan usaha lain, terutama sektor industri atau produk yang menjadi tren (dan laku keras).

Tak ayal, kompetisi antar UMKM kebanyakan berlangsung melalui perang harga, yang membuat harga tetap rendah. Hal ini belum tentu baik untuk konsumen karena bisa jadi ada aspek-aspek tertentu yang diabaikan oleh produsen seperti kualitas produk, keamanan produk, serta layanan pasca pembelian. 

Tak hanya perang harga, UMKM juga harus berhadapan dengan pelaku usaha besar yang ingin memperluas pasar. Belum lagi adanya para pemain dari luar negeri yang hadir melalui produk-produk impor. 

Maka, sejauh mana usaha UMKM yang berkelanjutan bisa menjadi alternatif terbaik bagi bangsa untuk bisa tetap bertahan di masa krisis, seperti disebabkan oleh pandemi saat ini?  


Keunggulan UMKM

UMKM memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar, terutama dalam kemampuannya bertahan di kala pandemi Covid-19. Beberapa keunggulan UMKM adalah prinsip kelokalan (locality) yakni mengambil bahan baku lokal dengan berorientasi pada konsumen lokal yang membuat konsumen memiliki relasi pribadi sehingga membuat penjualan bisa tetap berjalan, meski tetap terguncang karena krisis.

Bila dibawa ke skala yang lebih luas, unsur kelokalan di atas berwujud keterputusan (unconnectedness) suatu negara dengan perdagangan global. 

Pengalaman pandemi Covid-19 justru menunjukkan kondisi bahwa negara-negara yang tidak bergantung sepenuhnya pada perdagangan global akan mengalami kontraksi ekonomi yang lebih rendah daripada negara-negara yang tersambung sepenuhnya dengan perdagangan internasional (Gambar 1). 


Gambar 1. Perdagangan Intra-industri dan Pertumbuhan Ekonomi pada Awal Pandemi Covid-19. Sumber: EIU, 2021

Gambar 1 menunjukkan, Grubel-Lloyd Index yang tinggi menunjukkan keterkaitan (connectedness) suatu negara dengan perdagangan global. Negara-negara yang memiliki indeks yang tinggi mengalami kontraksi ekonomi yang lebih dalam dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki indeks lebih rendah.

Meski Indonesia mengalami kontraksi ekonomi yang relatif rendah, seharusnya bukan berarti pelaku usaha di Indonesia hanya bisa jago kandang. 

Karena menjadi negara maju berarti juga memberi kemakmuran lebih tinggi bagi rakyatnya. 

Hal ini bisa dilihat dimana rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi, yakni lebih dari $35 ribu per tahun, lebih banyak terdapat di negara-negara maju (Gambar 2). 


Gambar 2. Jumlah Rumah Tangga Berpendapatan Rendah, Menengah, Tinggi (Harga Konstan 2019). Sumber: EIU, 2021


Untuk itu, diperlukan upaya agar pelaku usaha di Indonesia mampu meningkatkan kapasitasnya agar mampu menjangkau pasar yang lebih luas dan masuk ke perdagangan internasional.


Scale Up UMKM 

Modal utama bagi UMKM untuk bisa naik kelas (scale up) adalah kemampuan untuk melakukan riset secara mandiri. Riset ini bisa berkaitan dengan pengembangan produk yang dijual, proses produksi yang lebih efisien, atau upaya pemasaran yang efektif untuk meningkatkan penjualan. 

Tanpa ada riset, pelaku usaha akan cenderung hanya mampu mengkopi usaha orang lain tanpa mampu melakukan inovasi atau memberi nilai tambah.

Pun, tambahan modal bisa jadi lebih banyak dihabiskan untuk pengeluaran berorientasi produksi dan bukannya untuk meningkatkan nilai tambah produk. 

Unsur kelokalan juga bermain penting, dimana UMKM harus bisa memanfaatkan keunggulan kelokalan (locality) untuk bisa naik kelas. Hal-hal yang unik, ide-ide yang bersumber dari lingkungan sosial setempat bisa menjadi modal untuk naik kelas. 

Lebih lanjut, UMKM juga harus bisa mendayagunakan kelokalan tadi untuk bisa menciptakan usaha yang berkelanjutan atau sustainable. Dengan demikian, pelaku usaha bisa tetap berkontribusi bagi peopleplanetprofit, dan future generation.

Ruang untuk intervensi masih terbuka lebar. UMKM yang bisa naik kelas serta berkelanjutan bisa mendukung perekonomian bangsa untuk tetap bertahan di krisis-krisis lain di masa depan.  


(Thomas Soseco)

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Palma Ratio Indonesia

KKN di Desa Penari

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?

Robustness Check