Pusat Kota yang Tak Lagi Pusat Ekonomi

Ilustrasi - Produk-produk buatan usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Malang, Jawa Timur. ANTARA/Vicki Febrianto


Pusat kota yang tidak lagi menjadi pusat aktivitas ekonomi: pelaku usaha lokal harus bisa menangkap peluang


Pandemi Covid-19 menyebabkan pergeseran lokasi usaha dari yang terpusat di pusat kota menjadi semakin melebar di pinggiran kota. Luas ruang perkantoran yang berada di pusat kota akan semakin menyusut, sebaliknya, aktivitas ekonomi di pinggiran kota akan semakin meningkat.

Setidaknya terdapat dua hal yang menyebabkan hal ini. Pertama, semakin populernya pola bekerja dari rumah (work from home)terutama berkaitan dengan pekerjaan yang bisa dilakukan dari jarak jauh. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya kebutuhan untuk berkantor secara formal dan pada akhirnya akan mengurangi permintaan akan ruang usaha di pusat kota. 

Kedua, semakin berkembangnya kawasan pinggiran kota yang tidak terlepas dari prinsip kedekatan (proximity) dimana masyarakat cenderung mencari tempat untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terlalu jauh dari kediamannya. Berbelanja di tempat usaha lokal akan menghemat waktu dan biaya transportasi. Ditambah, Pandemi Covid-19 membuat tinggal di rumah saja justru dapat menyelamatkan nyawa diri sendiri dan orang lain, karena semakin lama atau semakin jauh seseorang keluar dari rumah akan meningkatkan risiko terpapar virus. 

Kedua hal di atas berimplikasi aktivitas usaha tidak perlu lagi terpusat di pusat kota. Selama ini, perkantoran atau tempat usaha akan memilih lokasi di pusat kota karena alasan aglomerasi, yakni keuntungan yang didapatkan dari lokasi karena berdekatan dengan lokasi perusahaan yang lain. 

Dengan berlokasi di tempat yang sama atau berdekatan dengan perusahaan-perusahaan lain, suatu usaha bisa menekan biaya utilitas, biaya transportasi, serta memperbanyak pilihan bagi konsumen.

Pergeseran aktivitas ekonomi ke pinggiran kota merupakan peluang bagi para pelaku usaha di pinggiran kota untuk dapat berkembang lebih baik, secara lebih spesifik, bagi para pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM).  

Peluang ini harus dimanfaatkan UMKM karena mereka telah memiliki dua hal penting yang tidak dimiliki oleh skala usaha yang lebih besar, yakni pertama, the power of proximity yang berarti lokasi usaha yang dekat dengan konsumen sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu transportasi.  

Aspek kedua adalah berorientasi lokal. Unsur kelokalan (locality) ini berarti pelaku usaha dapat menggunakan kedekatan emosional dan sentimen usaha lokal (local business) untuk dapat menarik pelanggan serta berorientasi pada bahan baku lokal.

Namun, kedua keunggulan di atas tidak akan bermanfaat banyak bagi UMKM jika mereka juga memiliki keterbatasan kapasitas untuk berproduksi.  

Masalah-masalah dalam Penguatan Kapasitas Lokal

Upaya penguatan kapasitas UMKM selaku pelaku usaha lokal harus diarahkan untuk mengatasi dua kendala.

Kendala pertama adalah ketergantungan pada pihak eksternal seperti perusahaan besar dan pemerintah dalam wujud keterlibatan UMKM dalam proses produksi pelaku usaha yang lebih besar yang cenderung bersifat unsur pendukung. 

Peran UMKM yang hanya sebagai pendukung proses produksi berimplikasi UMKM tidak terlibat (atau dalam skala minimal) dalam hal perencanaan dan evaluasi produksi. 

Dampaknya, UMKM tidak memiliki keterampilan dan pengalaman untuk mereplikasi proses produksi secara mandiri. 

Kendala kedua adalah keterlibatan UMKM terfokus pada proyek-proyek jangka pendek sehingga mengabaikan aspek keberlanjutan (sustainability). 

UMKM tidak dipandang sebagai unsur lokal untuk memperkaya kualitas produk atau memberdayakan sumber-sumber daya lokal namun lebih cenderung dianggap sebagai pemasok barang bagi pelaku usaha yang lebih besar. 

Peran UMKM sebagai interpretasi masyarakat lokal menjadi pudar. 

Dampaknya, riset tentang selera lokal, orientasi lokal, atau sumber-sumber bahan lokal yang potensial menjadi tidak pernah terwujud karena tidak adanya kesempatan bagi mereka untuk mendayagunakan kemampuannya.

Apa yang harus dilakukan?

Upaya pengembangan pelaku usaha lokal harus didukung oleh riset yang mumpuni, baik berkaitan dengan riset produk, proses produksi yang efektif, sampai pada jaringan pemasaran yang baik. 

Di sini, pelaku usaha besar, pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi non-pemerintah bisa turut serta berkontribusi dalam penguatan riset lokal oleh UMKM. 

Upaya berikutnya adalah perubahan paradigma kemitraan UMKM dan pelaku usaha besar, dimana UMKM harus dipandang sebagai mitra yang sejajar.

Hal ini dapat tercapai jika UMKM memiliki produk-produk andalan atau pengetahuan lokal yang bersumber dari hasil-hasil riset mereka.

Kedua hal di atas dapat mendukung pelaku usaha lokal untuk memiliki kapasitas lebih besar untuk berproduksi dengan memperhatikan keunggulan lokal. 


(Thomas Soseco)

Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Palma Ratio Indonesia

KKN di Desa Penari

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?

Robustness Check