Dampak Pandemi terhadap Produk Ekspor

Apa yang terjadi setelah pandemi COVID-19? Apakah produk-produk Indonesia tersebut akan dapat tetap mudah dijumpai di pasar luar negeri?




Penasaran berapa harga barang merek Indonesia di luar negeri? Berikut ini contoh beberapa barang yang dijual di sebuah toko di Hamilton, New Zealand. 

Kecap Bango 620 ml $4,99 (Rp.44.900), ikan asin graba kecil Moroseneng 100gr $5,99 (Rp.53.900), Kacang Garuda Hot&Spicy 200gr $3,19 (Rp.28.700), Indofood Bumbu Instan 50g $1,99 (Rp.17.900), Sambel Pecel Karangsari 200g $4,29 (Rp.38.600). Produk lainnya seperti Kokita Bumbu Instan 60g $1,99 (Rp.17.900), Saus Sambal ABC 335ml $3,49 (Rp.31.400), Kerupuk bawang 250g $4,69 (Rp.42.200). Indomie Goreng 85 gram isi 5 per pak $4,29 (Rp.38.600).

Semua konversi dengan kurs NZ$1=Rp.9.000. Harga juga bisa berbeda antara satu kota dengan kota lain, satu toko dengan toko lain. 

Adanya produk-produk buatan Indonesia di luar negeri menunjukkan produk yang kompetitif dan mampu memenuhi pasar luar negeri. Secara lebih spesifik, produk-produk ekspor sebuah negara memiliki peran penting dalam perekonomian. 

Pertama, produk tersebut memenuhi pasar luar negeri. Sebagai contoh adalah produk yang spesifik seperti sambel pecel atau krupuk akan menjangkau konsumen yang spesifik, yakni masyarakat Indonesia di luar negeri. Namun produk yang lebih umum, seperti mi instan dan saus sambal, berarti juga bisa menjadi subsitusi bagi produk yang sama yang beredar di luar negeri. Semakin banyak produk satu negara yang beredar di negara lain berarti produk tersebut semakin diminati pasar luar negeri.

Kedua, pemasukan bagi produsen dan juga bagi negara. Uang yang didapat dari penjualan produk-produk ekspor kemudian akan dikirimkan ke negara asal penghasil produk. Aliran uang yang didapat akan digunakan untuk tambahan modal, ekspansi usaha, atau membuat usaha baru. Selain itu, uang yang dikirim ke negara asal akan mempengaruhi kurs mata uang. Semakin banyak uang yang dikirim ke negara asal akan mendorong permintaan akan mata uang negara tersebut, sehingga mata uang negara tersebut akan semakin menguat dibanding mata uang asing.

Pandemi COVID-19

Dalam menghadapi COVID-19, fokus tiap negara akan terbagi dua: menyelamatkan kesehatan masyarakat atau menyelamatkan ekonomi. 

Beberapa negara yang fokus dalam menyelamatkan kesehatan masyarakat akan mengambil langkah-langkah ekstrem, seperti di antaranya melaksanakan lockdown dalam durasi waktu tertentu. Sebaliknya, beberapa negara yang berusaha menyelamatkan ekonomi akan menerapkan pembatasan sosial secara terbatas.

Pembatasan total dalam bentuk lockdown berguna untuk secara efektif memutus mata rantai penyebaran virus, baik virus yang dibawa dari luar (contohnya orang yang datang dari luar negeri atau wilayah pandemi) atau persebaran lokal (virus menular dari orang yang tidak punya riwayat berpergian ke luar negeri atau wilayah pandemi).

Konsekuensi lockdown adalah terhentinya semua aktivitas ekonomi. Tidak ada karyawan yang bisa berangkat ke tempat kerja, dan tidak ada konsumen yang datang untuk bertransaksi. Toko dan pabrik akan tutup dan distribusi barang akan terhenti. Pengecualian untuk hal-hal tersebut adalah sektor usaha yang esensial, seperti bahan makanan, obat-obatan, layanan kesehatan, utilitas (listrik, air, internet), dan transportasi umum.

Untuk dapat mempertahankan perekonomian, pemerintah akan turun tangan untuk menjaga daya beli masyarakat seperti dalam bentuk pemberian subsidi upah kepada perusahaan, bantuan langsung tunai, atau insentif pajak.

Sementara negara lain yang melaksanakan pembatasan dalam secara tertentu akan mampu menjaga perekonomian tetap berjalan, meski dalam kondisi minimal. Hal ini diindikasikan masyarakat masih tetap bisa berpergian, meski dalam jarak yang lebih pendek. Toko-toko masih tetap buka, namun tempat usaha yang mengundang kerumunan orang akan tutup. 

Masih tingginya interaksi antar individu membuat persebaran virus akan tetap ada. Secara umum, output dalam hal kesehatan akan lebih buruk bila dibandingkan dengan negara-negara yang fokus pada upaya kesehatan. Menariknya, baik negara yang berfokus pada kesehatan dan negara lain yang berupaya mempertahankan perekonomian, akan menghadapi masalah hilir yang sama, yakni pemulihan ekonomi.

Negara yang paling kuat bertahan, ia akan mampu meminimalkan dampak pandemi terhadap ekonomi. Hal ini sejalan dengan publikasi PBB dalam World Economic Situation And Prospects: April 2020 Briefing, No. 136 menyatakan bahwa tingkat keparahan ekonomi sebuah negara karena pandemi COVID-19 akan bergantung pada dua hal: Pertama, durasi pembatasan pergerakan orang dan aktivitas ekonomi. Kedua, ketahanan dan kemampuan kapasitas fiskal untuk menghadapi krisis. 

PBB merekomendasikan beberapa kebijakan yang dapat meminimalkan dampak kemungkinan terjadinya resesi ekonomi seperti paket stimulus fiskal yang terarah, prioritas pada sektor kesehatan untuk mengatasi persebaran virus, dan menyediakan tambahan pemasukan bagi keluarga-keluarga yang paling terdampak krisis. 

Merujuk pada publikasi the Economist, sektor yang paling parah terdampak COVID-19 adalah sektor yang berorientasi global dan padat karya, sementara sektor yang memiliki dampak paling ringan adalah sektor-sektor yang memiliki fokus domestik dan padat teknologi. 


Sumber: the Economist

Sektor perdagangan besar, retail serta manufaktur akan terdampak paling parah karena pandemi. Sektor-sektor yang terdampak menengah karena pandemi adalah konstruksi dan seni-budaya. Sementara sektor yang terdampak ringan karena pandemi adalah pendidikan dan pertanian. 

Pada negara yang berupaya menyelamatkan perekonomian, transaksi akan tetap ada namun akan melambat. Tiap keluarga akan secara cermat mengeluarkan uangnya, yakni memprioritaskan bahan pokok dan mengesampingkan kebutuhan tersier (seperti liburan).

Sektor-sektor yang terdampak ringan atau menengah diperkirakan dapat segera pulih ke kondisi sebelum pandemi. Sementara sektor yang terdampak parah karena pandemi membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih ke kondisi sebelum pandemi.

Fokus Dalam Negeri

Pada umumnya, terdapat dua jenis barang yang diproduksi oleh sektor manufaktur berdasarkan kepemilikannya, yakni barang merek dalam negeri dan barang produksi dalam negeri di bawah lisensi asing. Kedua tipe barang tersebut, ditambah dengan barang impor, kemudian menjadi komoditas yang diperdagangkan di sektor perdagangan besar dan eceran.

Pada saat pandemi, terjadi pembatasan perjalanan yang secara siginifikan mempengaruhi proses produksi serta jalur distribusi bahan baku dan barang jadi. Di banyak negara, hanya beberapa komoditas yang dianggap penting yang boleh tetap beredar. Akibatnya, produksi komoditas lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut akan berhenti total. Selain itu, perusahaan akan berhadapan dengan melemahnya permintaan di negara tujuan dan potensi menguatnya kampanye penggunaan produk lokal.

Hal yang sama di sisi bahan baku, dimana negara-negara sumber bahan baku dapat dengan mudah menyetop pengiriman bahan baku dengan alasan kesehatan atau fokus pada pemulihan ekonomi dalam negeri mereka sendiri.

Saat produsen berhadapan dengan hambatan-hambatan tersebut, alternatif jangka pendek terbaik adalah mencari bahan baku dari sumber-sumber dalam negeri dan fokus berjualan ke pasar domestik.

Penguatan pangsa pasar dalam negeri menjadi tidak terelakkan. Indonesia dengan lebih 270 juta penduduk merupakan pangsa pasar terbaik di kawasan Asia Tenggara. Ditambah tantangan menghadapi perbedaan karakteristik penduduk yang tersebar secara tidak merata di seluruh wilayah nusantara membuat siapa yang menjadi penguasa pasar di Indonesia dapat dengan mudah melakukan ekspansi ke dunia internasional.

Dalam jangka menengah dan panjang, perlu penguatan di sektor-sektor yang paling terdampak ringan karena pandemi, seperti sektor pertanian dan pendidikan. Sektor-sektor tersebut tidak boleh ditinggalkan, karena merekalah yang akan menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi saat krisis di masa depan.

Epilog

Fokus pada dunia internasional harus tetap dilakukan, dengan cara mencari negara tujuan ekspor baru. Namun selama perbatasan antar negara belum akan dibuka secara penuh dalam waktu dekat, perdagangan internasional juga belum akan sepenuhnya lancar. Maka, alternatif terbaik saat ini bagi banyak perusahaan untuk tetap bertahan adalah fokus pada sumber-sumber daya dalam negeri, termasuk fokus pada penjualan dari dalam negeri. 

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Palma Ratio Indonesia

KKN di Desa Penari

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?

Robustness Check