Fokus pada Hunian Vertikal

Rusunami di Jakarta (Sumber: perumnas.co.id)


Ketimpangan pendapatan yang ada di masyarakat dapat menyebabkan perbedaan akses untuk mendapatkan rumah yang berkualitas. Ketimpangan pendapatan akan membuat perbedaan kecepatan akumulasi kekayaan. 

Orang-orang yang berpendapatan tinggi akan cepat mencapai tingkat kekayaan yang tinggi dan lebih cepat.

Kontribusi terbesar total kakayaan adalah properti. Mereka yang tidak membeli rumah akan bersusah payah membayar uang sewa, yang notabene nilainya dapat naik dari tahun ke tahun.

Alasan ini yang kemudian mendasari banyak keluarga memaksakan diri untuk membeli rumah. Namun, properti yang dalam jangkauan kemampuan finansial mereka adalah properti yang kurang ideal, seperti berlokasi di pinggiran kota atau berada di pusat kota namun memiliki kondisi yang tidak ideal.

Properti di pinggiran kota memang lebih terjangkau namun penghuni harus memiliki kendaraan pribadi untuk memudahkan mobilitas. 

Perkembangan perumahan baru di pinggiran kota biasanya tidak dilengkapi dengan jaringan transportasi umum yang memadai. 

Penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu tinggi akan membawa berbagai dampak negatif seperti kemacetan, banyak waktu terbuang di jalan, meningkatnya stres (karena jalanan adalah tempat berkompetisi), hubungan antar masyarakat yang semakin longgar (jarang bertemu tetangga), dan membawa berbagai masalah kesehatan.

Alternatif lain adalah membeli properti di pusat kota namun dengan kondisi di bawah standar. Kondisi ini berupa akses yang kurang memadai, lingkungan yang terlalu padat, kondisi sanitasi yang kurang baik, atau berlokasi di kawasan rawan bencana, seperti di lereng bukit atau di pinggir sungai.

Berbagai dampak negatif yang muncul adalah kepadatan penduduk, kondisi sanitasi yang buruk, masalah kesehatan, masalah sosial (karena penduduk padat sehingga rentan terjadi gesekan sosial). Tinggal di tempat yang rawan bencana juga berpotensi mengancam nyawa dan membutuhkan biaya mahal untuk penanggulanan bencana.

Upaya pemerintah menyediakan rumah bagi rakyatnya hendaknya diarahkan untuk hunian vertikal di dalam kota.

Hal ini juga sejalan dengan karakteristik generasi Z yang merupakan pangsa pasar potensial properti di Indonesia.

Sementara generasi Z adalah mereka yang lahir pada periode 1995-2010. Didahului oleh generasi Y yakni mereka yang lahir di periode 1980-1995.

Generasi Z yang saat ini masih di bangku sekolah pada umumnya memiliki ciri khas yang sangat berbeda dari generasi-generasi sebelumnya, yakni praktis, ingin bergerak cepat, tidak terikat ruang, dan selalu mencari peluang. 

Hunian vertikal yang berlokasi strategis di pusat kota akan memudahkan penghuninya dalam urusan transportasi. Tidak perlu memakai kendaraan pribadi untuk beraktivitas tiap hari. Juga urusan perawatan, keamanan, kebersihan sudah menjadi tanggung jawab pengelola gedung. 

Hal ini juga yang akan mempercepat upaya pemerintah dalam membangun transportasi umum yang mumpuni. 

Membangun jaringan transportasi umum yang terpadu akan lebih mudah dan murah jika masih berada di dalam batas kota. 

Maka, saat semua orang telah memiliki hunian yang layak di dalam batas kota, mereka tidak lagi diuruskan dengan berbagai pengeluaran terkait transportasi. 

Akan lebih banyak uang yang bisa ditabung. Akumulasi kekayaan berlangsung lebih cepat dan ketimpangan akan berkurang.

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

KKN di Desa Penari

Palma Ratio Indonesia

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?