Imbal Hasil Pendidikan di Indonesia

Mencermati pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Detikcom (24/7) yang menyatakan 20 tahun pendidikan di Indonesia tidak nyambung dengan industri. Secara lebih khusus, beliau menitikberatkan pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sulit diserap industri. 

Pernyataan ini menjadi perlu dikonfirmasi dengan mencari tahu bagaimana profil lulusan SMK dan juga Sekolah Menengah Atas (SMA) terutama dari sisi kesejahteraan keluarga.

Bicara penyerapan alumni, lulusan SMK diharapkan lebih siap kerja bila dibandingkan dengan lulusan SMA. Siap kerja berarti lulusan SMK memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia usaha sehingga membuat dunia usaha tidak perlu repot melatih calon pekerja. 

Daya tarik ini ditunjang dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa pada Agustus 2017 rata-rata pendapatan pekerja lulusan SMK sedikit lebih tinggi dibanding lulusan SMA, yakni 2,678 juta rupiah per bulan dibanding 2,666 juta. 

Publikasi yang sama menunjukkan bahwa pekerja lulusan diploma mendapat upah rata-rata 3,5 juta rupiah per bulan. Pekerja berkualifikasi sarjana dan pascasarjana mendapat 4,5 juta rupiah. Sementara pekerja yang lulus SD mendapat 1,6 juta dan mereka yang lulus SMP mendapat 1,9 juta.

Informasi lain dapat dilihat dari indikator lain yang dapat digunakan untuk membandingkan kesejahteraan rumah tangga, yakni nilai kekayaan bersih. Kekayaan bersih berarti total kekayaan dikurangi hutang. 

Kekayaan berarti nilai barang yang berada di bawah penguasaan seseorang atau keluarga. Di sini, perhitungan keluarga atau rumah tangga akan lebih sesuai mengingat ada berbagai jenis barang yang digunakan bersama-sama oleh semua anggota keluarga namun di bawah pencatatan administrasi nama salah satu anggota keluarga. 

Sebagai contoh mobil dan rumah, meski terdaftar atas nama istri/suami bukan berarti ia lebih kaya dari pasangannya.  

Banyaknya harta kekayaan berarti juga kemampuan rumah tangga untuk membeli aset yang nilainya selalu terjaga atau bahkan akan semakin tinggi dari waktu ke waktu. Biasanya keluarga yang punya kekayaan banyak juga memiliki pendapatan tinggi. Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya dimana rumah tangga yang memiliki pendapatan tinggi belum tentu memiliki kekayaan banyak.

Pada tahun 2014, Indonesian Family Life Survey (IFLS) mencatat rumah tangga yang kepala keluarganya memiliki pendidikan tertinggi SMK memiliki rata-rata kekayaan bersih lebih rendah dibanding mereka yang lulusan SMA, yaitu 166 juta rupiah berbanding 225 juta. 

Yang unik lagi adalah sebagian besar dari mereka, baik lulusan SMK maupun SMA, memiliki nilai kekayaan yang hampir sama. 

Sebagian besar keluarga yang kepala keluarganya lulusan SMK (95%) memiliki harta kekayaan bersih antara 150 juta sampai 181 juta rupiah. Lima persen keluarga yang lain berada di luar rentang tersebut. 

Sementara bagi keluarga yang kepala keluarganya lulusan SMA, 95% dari mereka memiliki kekayaan yang berada di rentang 207 juta sampai 243 juta rupiah.

Jika memang pendapatan pekerja lulusan SMK lebih tinggi dari pekerja lulusan SMA, kenapa keluarga yang kepala keluarganya lulusan SMA lebih kaya dari mereka yang lulusan SMK?

Faktor Lain
Tentu saja ada banyak faktor lain yang mempengaruhi pembentukan kekayaan keluarga, seperti lingkungan sekitar, literasi ekonomi, jumlah anggota keluarga, dan warisan. 

Bisa jadi keluarga yang kepala rumah tangganya lulusan SMA punya jumlah anggota keluarga lebih sedikit sehingga bisa menekan pengeluaran, atau karena mereka punya orang tua yang lebih kaya sehingga bisa mendapat bantuan finansial dan warisan lebih banyak, atau karena mereka punya literasi keuangan lebih tinggi sehingga mampu mengelola keuangan lebih baik.

Membandingkan kekayaan rumah tangga yang kepala keluarganya lulusan SMK atau SMA dengan mereka yang lulusan perguruan tinggi membawa hasil yang dapat diduga: mereka yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki kekayaan lebih banyak. 

IFLS mencatat bahwa keluarga yang kepala rumah tangganya lulusan jenjang diploma (D1, D2, atau D3) memiliki rata-rata kekayaan bersih 300 juta rupiah, dengan sebagian besar dari mereka (95%) memiliki kekayaan yang berada pada rentang yang lebih luas yakni 259 juta sampai 342 juta rupiah.  

Keluarga yang kepala rumah tangganya lulusan S1 memiliki rata-rata kekayaan 360 juta rupiah, dimana 95% keluarga memiliki kekayaan bersih yang berada pada rentang 329 juta sampai 392 juta rupiah.

Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh akan dapat membawa dampak positif bagi kesejahteraan keluarga. 

Namun perlu juga dicermati kemungkinan penyebab kondisi ini disebabkan oleh diskriminasi upah yang terlalu tinggi atau karena nominal upah yang terlalu rendah terutama bagi pekerja yang berpendidikan lebih rendah.

Variasi yang Terlalu Lebar
Jika melihat rentang kekayaan yang dimiliki masing-masing rumah tangga berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala keluarga, mereka yang lulusan perguruan tinggi memiliki rentang kekayaan lebih lebar dibanding mereka yang lulusan SMK/SMA. Lebarnya rentang kekayaan tersebut menunjukkan tingginya ragam aktivitas ekonomi yang mampu dijalani. 

Sebaliknya, rentang kekayaan yang kecil menunjukkan adanya kemiripan dalam berbagai aspek, terutama berkaitan dengan aktivitas ekonomi, seperti kesamaan bidang pekerjaan, kesamaan posisi, dan kesamaan pendapatan. 

Dapat diduga, alumni SMK dan SMK memiliki profil pekerjaan yang mirip. Hasilnya adalah penghasilan dan tingkat kekayaan mereka juga tidak terpaut jauh.

Idealnya adalah setiap keluarga mampu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi, ditandai dengan tingginya tingkat kekayaan yang dimiliki. 

Sampai saat ini, jalur yang memungkinkan untuk mencapai kekayaan adalah dengan pendidikan. 

Bagi lulusan SMK dan SMA yang sudah bekerja, solusinya adalah dengan melanjutkan kuliah, seperti di Universitas Terbuka. Hal ini menjadi jalan keluar saat seringkali para pekerja lulusan SMK dan SMA tidak dapat menjabat posisi yang lebih tinggi di perusahaan karena kendala ijasah yang mereka miliki. 

Terlebih lagi, survey IFLS menunjukkan bahwa tingkat kekayaan bersih keluarga yang kepala rumah tangganya adalah lulusan universitas terbuka akan jauh lebih tinggi daripada mereka yang lulusan SMA dan SMK, yakni mencapai 261 juta rupiah.

Epilog
Membicarakan link and match antara dunia pendidikan dan dunia industri merupakan bagian kecil dari rangkaian perjalanan alumni dunia pendidikan. Keberhasilan dunia pendidikan dalam menghasilkan lulusan hendaknya juga ditunjang dengan pasar tenaga kerja yang mumpuni sehingga apapun tingkat pendidikan yang dimiliki akan memberikan imbal hasil yang memadai.

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Bonus Demografi yang bukan Bonus Ekonomi

How Talent Fuels Growth

UN-Habitat: Seven Ways to Create More Affordable Housing

Robustness Check

Economic Complexity Index: Indonesia

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia