Bisnis Kepercayaan dalam Dunia Perguruan Tinggi di Indonesia
Lulusan SMA
sederajat memiliki dua pilihan yaitu melanjutkan ke perguruan tinggi atau masuk
ke dunia kerja.
Melanjutkan untuk kuliah di perguruan tinggi berarti menunda peluang mendapatkan upah yang diterima mereka jika mereka langsung masuk ke dunia kerja. Namun, penundaan tersebut akan diimbangi dengan potensi penghasilan lebih tinggi yang kelak akan diterima mereka setelah lulus kuliah.
Jaminan Mutu(?)
(Thomas Soseco)
Melanjutkan untuk kuliah di perguruan tinggi berarti menunda peluang mendapatkan upah yang diterima mereka jika mereka langsung masuk ke dunia kerja. Namun, penundaan tersebut akan diimbangi dengan potensi penghasilan lebih tinggi yang kelak akan diterima mereka setelah lulus kuliah.
Badan
Pusat Statistik melalui publikasi Statistik Upah berdasarkan Hasil Sakernas
2016 menunjukkan para pekerja lulusan perguruan tinggi mendapat upah rata-rata
Rp. 3,6 juta per bulan. Pekerja lulusan SMA mendapat Rp. 2,1 juta, SMP mendapat
Rp, 1,5 juta, dan lulusan SD mendapat rata-rata Rp. 1,2 juta per bulan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan akan menyebabkan upah yang diterima semakin tinggi.
Tentu, ada faktor-faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya upah pekerja, seperti pengalaman, kesehatan, prestasi, dan jejaring.
Namun dengan menganggap bahwa semua faktor tersebut adalah sama (sehingga dapat diabaikan), tingkat pendidikan adalah faktor utama dalam kenaikan upah pekerja. Sehingga, tingkat upah yang tinggi juga berarti tingginya tingkat pengembalian (return) akan pendidikan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan akan menyebabkan upah yang diterima semakin tinggi.
Tentu, ada faktor-faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya upah pekerja, seperti pengalaman, kesehatan, prestasi, dan jejaring.
Namun dengan menganggap bahwa semua faktor tersebut adalah sama (sehingga dapat diabaikan), tingkat pendidikan adalah faktor utama dalam kenaikan upah pekerja. Sehingga, tingkat upah yang tinggi juga berarti tingginya tingkat pengembalian (return) akan pendidikan.
Upah
yang diterima pekerja lulusan perguruan tinggi sebesar Rp.3,6 juta per bulan merupakan
angka rata-rata. Tentu saja ada pekerja lulusan perguruan tinggi yang bergaji
di atas atau di bawah nominal tersebut, yaitu biasanya mereka yang memiliki nilai tambah tersendiri seperti
banyaknya pengalaman dan prestasi.
Di sisi lain, pekerja yang mendapat upah di sekitar nilai rata-rata biasanya adalah lulusan baru (fresh graduate). Minimnya pengalaman, kebutuhan untuk segera kerja, dan lemahnya posisi dalam negosiasi gaji membuat mereka biasanya lebih tunduk dalam urusan upah.
Di sisi lain, pekerja yang mendapat upah di sekitar nilai rata-rata biasanya adalah lulusan baru (fresh graduate). Minimnya pengalaman, kebutuhan untuk segera kerja, dan lemahnya posisi dalam negosiasi gaji membuat mereka biasanya lebih tunduk dalam urusan upah.
Angka
Rp. 3,6 juta juga merupakan nilai nasional; maka bisa saja ada daerah yang
nilai upah karyawannya di atas dan ada daerah lain yang rata-rata upah
karyawannya lebih rendah nilai tersebut. Hal ini dapat dindikasikan dengan perbedaan
upah minimum antar provinsi atau antar kabupaten/kota.
Nominal tersebut juga merupakan nilai upah rata-rata dari perusahaan dan semua bidang usaha di Indonesia. Tentu ada perusahaan yang mampu menggaji lebih dari itu, namun juga ada perusahaan yang membayar lulusan perguruan tinggi lebih rendah dari nilai tersebut. Juga ada bidang-bidang usaha yang biasanya menjanjikan upah tinggi, sementara ada bidang usaha yang memberikan upah rendah.
Nominal tersebut juga merupakan nilai upah rata-rata dari perusahaan dan semua bidang usaha di Indonesia. Tentu ada perusahaan yang mampu menggaji lebih dari itu, namun juga ada perusahaan yang membayar lulusan perguruan tinggi lebih rendah dari nilai tersebut. Juga ada bidang-bidang usaha yang biasanya menjanjikan upah tinggi, sementara ada bidang usaha yang memberikan upah rendah.
Jaminan Mutu(?)
Posisi
perguruan tinggi menjadi penting dalam memberikan jaminan mutu atas lulusannya.
Pemberi kerja juga yakin bahwa lulusan baru yang direkrutnya memiliki
kompetensi yang dibutuhkan dan tidak ragu membayar mahal. Kredibilitas lembaga akhirnya
juga dapat diukur dari besarnya upah yang diterima oleh lulusan baru perguruan
tinggi tersebut.
Karena nilai upah merupakan pengembalian akan pendidikan, proses pendidikan yang baik dan lembaga perguruan tinggi yang kredibel akan menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi pula.
Dalam pasar tenaga kerja, lulusan perguruan tinggi yang kredibel akan mampu berkompetisi dalam seleksi masuk di perusahaan-perusahaan yang memberikan upah tinggi atau daerah-daerah yang notabene memiliki tingkat persaingan tinggi.
Dalam skala yang lebih luas, mereka diharapkan mampu bersaing di mancanegara, yang tentu saja pada perusahaan atau bidang usaha yang memberikan upah tinggi.
Karena nilai upah merupakan pengembalian akan pendidikan, proses pendidikan yang baik dan lembaga perguruan tinggi yang kredibel akan menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi pula.
Dalam pasar tenaga kerja, lulusan perguruan tinggi yang kredibel akan mampu berkompetisi dalam seleksi masuk di perusahaan-perusahaan yang memberikan upah tinggi atau daerah-daerah yang notabene memiliki tingkat persaingan tinggi.
Dalam skala yang lebih luas, mereka diharapkan mampu bersaing di mancanegara, yang tentu saja pada perusahaan atau bidang usaha yang memberikan upah tinggi.
Maka, diperlukan
refleksi sejauh mana kampus mampu menjanjikan kompetensi tinggi (yang nantinya
akan diganjar dengan upah tinggi pula) bagi lulusan barunya.
Dengan jumlah lebih dari 4.600 perguruan tinggi baik negeri dan swasta dan lebih dari 5 juta mahasiswa, proses peningkatan mutu pendidikan tinggi tentunya membutuhkan dukungan semua pihak, yakni para pengambil kebijakan di kampus, dosen, pemerintah, orang tua mahasiswa, lingkungan sekitar, dan tak lupa mahasiswa itu sendiri.
Dengan jumlah lebih dari 4.600 perguruan tinggi baik negeri dan swasta dan lebih dari 5 juta mahasiswa, proses peningkatan mutu pendidikan tinggi tentunya membutuhkan dukungan semua pihak, yakni para pengambil kebijakan di kampus, dosen, pemerintah, orang tua mahasiswa, lingkungan sekitar, dan tak lupa mahasiswa itu sendiri.
(Thomas Soseco)