Pemerintah Mencurangi Hukum, Rakyat Mengikuti

Media Indonesia, 2 Februari 2015

Kenyamanan itu menyesatkan. Orang Indonesia yang sudah nyaman dengan negerinya yang gemah ripah loh jinawi lupa bahwa bangsa lain sudah berderap maju jauh meninggalkan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kualitas manusia Indonesia yang bisa dilihat dari Human Development Index (HDI).

 HDI merupakan indeks komposit yang menunjukkan panjangnya usia dan hidup yang sehat, tingginya pengetahuan, dan tingginya standar hidup. Semakin tinggi HDI maka semakin baik kualitas manusia di suatu negara. 

Pada tahun 2013, Indonesia termasuk negara dengan kualitas HDI menengah, berada di posisi 108 dari 187 negara di dunia. 

Indonesia satu kelompok dengan Mongolia, Botswana, dan Mesir. Antara sesama negara ASEAN, Indonesia satu grup dengan Filipina, Vietnam dan Timor Leste. 

Indonesia sangat jauh dari negara tetangga Australia (di posisi terbaik kedua), Singapura (posisi sembilan), dan Brunei Darussalam (posisi 30). 

Masalahnya adalah rendahnya HDI ini bisa merembet kemana-mana: Indonesia dibodohi oleh negara lain, Indonesia ditekan dan diinjak oleh negara lain, kekayaan alam Indonesia disedot, tenaga ahli Indonesia dibajak, Indonesia hanya dianggap sebagai pasar bagi barang dagangan mereka, dan sebagainya.

Mungkin orang Indonesia sendiri tidak sadar bahwa mereka dijadikan mainan oleh bangsa asing. Dan bisa jadi, kondisi tersebut memang diciptakan oleh bangsa asing agar Indonesia tetap dapat ditindas. 

Lihat saja saat ini, Indonesia masih berkutat dengan konflik hukum, berantem soal menentukan mana yang lebih kuat. Bahkan sesama institusi penegak hukum sendiri bisa berantem.

Logika yang paling sederhana saja: untuk apa mereka berantem?

Binatang tidak akan berkelahi jika tidak memperebutkan sesuatu; entah itu suatu barang atau perebutan kekuasaan. Tapi manusia dilahirkan dengan akal budi agar ia mampu menimbang baik dan buruk serta mampu mencari jalan keluarnya dengan damai. 

Manusia juga yang menyusun hukum dan peraturan agar semua berjalan harmonis dan agar tidak ada lagi yang hukum rimba dimana yang kuat akan menang.

Saat para petinggi negeri ini mulai berselingkuh dengan hukum, masyarakat kecil juga mulai berani melanggar hukum. 

Untuk apa tertib lalu lintas, toh saat akan ditilang polisi, semua urusan bisa diselesaikan dengan damai. Jika sudah terlanjur melakukan kejahatan, tetap tenang, karena urusan bisa dipermudah dimana hukuman bisa menjadi ringan bahkan bisa mendadak bebas.

Apa jadinya negeri ini saat hukum hanya sekedar pajangan? Yang terjadi adalah yang kuat akan menang, yang cerdik akan berkuasa, dan yang miskin akan semakin ditindas. 

Selanjutnya, penguasa akan melanggengkan kekuasaan, yang tersingkir akan berusaha menggulingkan penguasa, dan penegak hukum akan duduk dengan nyaman. 

Habislah energi dan sumber daya bangsa ini hanya untuk berkutat dengan masalah itu. 

Padahal, urusan bangsa ini masih banyak: kemiskinan, kesenjangan infrastruktur, kriminalitas, kawasan kumuh perkotaan, prostitusi, narkoba, minuman keras, dan sebagainya. 

Belum lagi posisi Indonesia yang serba inferior bila dibandingkan dengan negara asing. Maka, masihkah ada kebanggaan menjadi orang Indonesia?

Maka, semua dimulai dari kepatuhan terhadap hukum. Hukum harus ditegakkan, penegak hukum tidak boleh bermain, penguasa harus taat hukum agar rakyatnya juga tidak coba-coba melanggar hukum.

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Economic Complexity Index: Indonesia

Innovation-Driven Economic Development for Inclusive Well-being: Assessing Household Resilience to Economic Shocks

Dua Sisi #KaburAjaDulu

Robustness Check

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

Publikasi Ilmiah bagi Mahasiswa: Urgensi, Tantangan, dan Solusi