Mudik, Urbanisasi, dan Menjadi Kaya

Fenomena yang lazim terjadi pasca lebaran adalah urbanisasi, dimana ada perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dari kota kecil ke kota besar. Yang dicari para perantau adalah masa depan cerah, ditandai dengan penghasilan tinggi dan kekayaan. 

Tentu saja tinggal di kota menjanjikan banyak peluang kerja dan penghasilan yang lebih tinggi dari di desa. Namun, apakah kota mampu membuat masyarakatnya menjadi kaya?

Penghasilan tinggi di di kota sejalan dengan biaya hidup yang juga tinggi. Apalagi semakin tinggi penghasilan, maka tuntutan gaya hidup juga semakin tinggi. Tidak jarang, orang punya penghasilan tinggi namun sebagian besar pendapatannya habis hanya untuk membiayai kebutuhan konsumtif.

Tentu yang diinginkan adalah punya penghasilan tinggi dan juga kaya. 

Punya penghasilan tinggi dan juga kaya berarti mampu menghadirkan lebih banyak pilihan dalam hidup. Hal itu juga berarti seseorang mampu menghindari hal-hal yang tidak disukai. 

Terlebih soal kekayaan, orang tua dapat mewariskan kekayaan bagi anak-anaknya. Maka tidak heran, orang tua yang kaya akan juga memiliki anak-anak yang kaya.

Penghasilan merupakan arus uang masuk dalam satu periode tertentu. Bagi karyawan adalah gaji, bagi pengusaha adalah pemasukan penjualan, sementara bagi profesional adalah imbalan atas jasa yang diberikan.

Sementara kekayaan merupakan akumulasi dari penghasilan, yang diwujudkan dalam bentuk instrumen kekayaan seperti  barang tidak bergerak (seperti rumah, tanah, sawah), barang bergerak (seperti kendaraan, furniture, ternak), barang koleksi (seperti perhiasan, lukisan), dan barang likuid lainnya (seperti tabungan, deposito, saham).

Penghasilan dan kekayaan adalah dua hal yang saling berkaitan tapi belum tentu berjalan beriringan. 

Orang kaya biasanya punya penghasilan tinggi. Sebaliknya, ada kelompok orang yang kaya tapi punya penghasilan rendah, seperti para pensiunan dan mereka yang tiba-tiba mendapatkan warisan. 

Di sisi lain, ada orang yang punya penghasilan tinggi tapi dia tidak kaya, yaitu biasanya mereka yang terlalu menikmati gaya hidup sehingga tidak sempat menyisihkan sebagian penghasilannya.

Indikator paling awal untuk melihat seberapa kaya seseorang adalah melihat properti yang dimilikinya. Bisa rumah, toko, apartemen, dan sebagainya. Dari semua komponen tersebut, rumah tinggal adalah penyumbang kekayaan terbesar. 

Di keluarga kelas menengah ke bawah, nilai rumah bisa setengah dari total kekayaan yang mereka miliki. Nilai rumah juga akan terus naik dan sekaligus memberikan nilai guna.

Tapi memilih rumah juga tidak boleh sembarangan. 

Rumah itu harus layak huni, dekat dengan tempat aktivitas, punya aksesibilitas baik, serta jauh dari sumber bencana. Rumah harus mampu membuat penghuninya nyaman dan tidak berdesak-desakan. Rumah juga harus punya lingkungan sekitar yang baik, ditandai dengen sanitasi baik dan kehidupan sosial yang baik. Hal-hal inilah yang sering diabaikan para pendatang di kota. 

Dalam rangka mengejar memiliki rumah sendiri, mereka membeli rumah di pinggiran kota yang harganya masih terjangkau. Konsekuensinya, biaya transportasi meningkat. 

Sementara mereka yang bertahan di pusat kota akan menghadapi biaya rumah yang mahal sehingga membuat mereka menurunkan standar hidup dengan tinggal di pemukiman-pemukiman kumuh. 

Jika begini, masihkah nyaman tinggal di kota? 

Penghasilan boleh tinggi tapi menjadi tak bermakna saat banyak waktu terbuang di jalan hanya untuk pergi ke tempat kerja. Atau penghasilan lebih tinggi dari di desa tapi tinggal di lingkungan yang kurang aman dan kurang nyaman.

Pemerataan Pembangunan
Pemerintah harus punya langkah membatasi urbanisasi. Kuncinya ada di pemerataan pembangunan. Dengan pembangunan ke seluruh pelosok desa maka orang yang tinggal di desa juga merasakan banyaknya pilihan atau peluang seperti yang dinikmati penduduk kota, seperti peluang untuk produksi, peluang untuk investasi, dan peluang untuk konsumsi.

Peluang untuk produksi berarti ada banyak peluang bisnis dan wirausaha dengan bersumber pada sumber daya di desa. Hal ini harus ditunjang dengan pemasaran yang baik yang tentu saja akan tercapai dengan infrastruktur yang memadai. 

Peluang untuk investasi berarti akan ada banyak investor yang berminat menanamkan modalnya di desa. Hal ini terjadi jika ada lebih banyak informasi dari desa yang dapat diakses masyarakat kota. 

Ekonomi yang berkembang juga membuat desa akan menjadi wilayah potensial penyaluran kredit perbankan. Modal usaha yang memadai akan membuat pengusaha menaikkan skala usahanya dan menjangkau pasar yang lebih luas.

Sementara peluang konsumsi lebih banyak berarti masyarakat desa memiliki daya beli tidak jauh berbeda dari masyarakat kota. Tingginya daya beli akan membuat pedagang akan senang memasok barang dengan jumlah dan variasi lebih banyak. Tingginya variasi produk yang dijual di desa akan membuat tinggal di desa tidak jauh berbeda dengan kehidupan di kota.

Maka, momen mudik menjadi tepat untuk mengingatkan kembali urgensi untuk membangun desa. Membangun persepsi juga harus ditunjang dengan bukti. Bukti bahwa tinggal di desa juga dapat menjadi pilihan karena juga dipercaya mampu mewujudkan kekayaan.

(Thomas Soseco)


Popular posts from this blog

Skewness dan Kurtosis

Piramida Distribusi Kekayaan Masyarakat Indonesia

KKN di Desa Penari

Palma Ratio Indonesia

Daya Beli Masyarakat, in this Economy: Dunia Usaha dan Perspektif Ekonomi Makro

Generasi Hutang: Literasi Keuangan dan Kekayaan Rumah Tangga

Berapa Rata-Rata Kekayaan Rumah Tangga di Indonesia?